Ridwan Analis

Laboran di Puskesmas Samaenre, Kab. Sinjai, Kec. Sinjai Selatan

MAKALAH POLIO

BAB I
PENDAHULUAN

Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena penyakit ini ( Miller,N.Z, 2004 ).

Jenis – jenis Polio antara lain :

  1. Polio Non-Paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

  1. Polio Paralisis Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

  1. Polio Bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka, saraf auditori yang mengatur pendengaran, saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher ( Wilson, 2001 ).

BAB II
PERMASALAHAN

I. Angka Kesakitan

Sejak 1979 Tidak ada laporan kasus infeksi poliovirus di Amerika Serikat. Sampai tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus vaksin yang dilaporkan setiap tahun. Karena dari semua lembaga vaksin inactivated poliovirus (IPV) kebijakan dalam jadwal imunisasi rutin, jumlah vaksin-kasus terkait telah menurun secara signifikan. Empat kasus vaksin berasal poliovirus diidentifikasi pada tahun 2005 di kalangan anak-anak di sebuah unvaccinated masyarakat Amish di Minnesota. Insiden global mengenai infeksi poliovirus ini telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988. Meskipun tidak ada wabah yang dilaporkan di belahan bumi barat sejak 1991, Pan American Health Organization melaporkan sebuah kejadian di Haiti dan Republik Dominika pada tahun 2001. Sejak 2001, tidak ada tambahan wabah penyakit yang disebabkan oleh poliovirus di Amerika. Dari kelompok-jenis penyakit masih ditemukan di beberapa daerah di Afrika dan Asia Tenggara. Semenjak tahun 2004, hanya 5 negara dimana poliovirus transmisi tidak pernah terputus diantaranya adalah India, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Afghanistan. Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat terhadap pemberantasan penyakit infeksi ini di negara-negara tersebut, peningkatan jumlah kasus yang diamati pada tahun 2006 ini tetap ada ( L. Heymann, 2004 ).

II. Angka Kematian

Penyakit polio di Amerika Serikat menurut Dr. Robert Mendelsohn, ahli penyakit anak-anak dan penyelidik medis, tidak ada bukti menunjukan bahwa pemberian vaksin dapat menyembuhkan polio. Pada tahun 1923 – 1953, vaksin polio telah diperkenalkan dan diberikan, tetapi angka kematian penyakit polio di Amerika Serikat dan Inggris masih tinggi sekitar 47 persen sampai 55 persen. Pada data Statistik menunjukkan suatu kemunduran di negara-negara Eropa. Dan ketika vaksin polio banyak tersedia di Eropa banyak orang bertanya tentang manfaat dan efektivitas vaksin polio, karena banyak warga disana menggunakan vaksin polio tetapi masih terserang polio( L. Heymann, 2004).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Keluhan dan Gejala Penyakit

Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki atau tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen.

kelumpuhan permanen hanya terjadi pada kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus polio. Sebagian besar orang yang terinfeksi penyakit polio hanya merasa seperti sakit flu. Keadaan ini menyebabkan virus polio dapat menyebar dengan cepat tanpa diketahui, karena sebagian besar anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala yang khusus.

II. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu :

1. Viral Isolation

Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio. Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat.Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.

2. Uji Serology

Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit.

3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)

CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).

III. Etiologi

Penyakit Polio disebabkan oleh infeksi polio virus yang berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Virus ini menular melalui kotoran(feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi atau benda-benda yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam mulut.

Virus polio masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dan berkembang biak ditenggorokan dan usus. Berkembang biak selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalu tinja selama beberapa minggu kemudian.

IV. Cara Pencegahan

Dalam World Health Assembly tahun 1998 yang diikuti oleh sebagian besar negara di penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (Erapo) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program Eropa pertama yang dilakukan adalah

  • Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh
  • Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun
  • Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
  • Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

V. Cara Pengobatan

Pengobatan pada penyakit polio sampai sekarang belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan penggunaan vaksin yang ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.

VI. Rehabilitasi

Dilakukan dengan beristirahat dan menempatkan pasien ke tempat tidur, memungkinkan anggota badan yang terkena harus benar-benar nyaman. Jika organ pernapasan terkena, alat pernapasa terapi fisik mungkin diperlukan. Jika kelumpuhan atau kelemahan berhubung pernapasan diperlukan perawatan intensif.

VII. Prognosis

Penyakit polio mempunyai prognosis yang buruk, karena pada kasus kelumpuhan mengakibatkan kurang lebih 50-80 % kematian yang disebabkan oleh polio. Selain itu karena belum dapat ditemukan obat yang dapat menyembuhkan polio. Pemberian vaksin juga masih kurang efektif untuk mencegah polio, karena banyak orang yang telah diberi vaksin polio tetapi masih terkena penyakit ini.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan:

1)      Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen, Jenis polio ada 3 yaitu Polio Non-Paralisis, Polio Paralisis Spinal, Polio Bulbar.

2)      Gejala polio meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki/tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen.

3)      Pencegahan polio antara lain melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh, Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997, Survailance Acute Flaccid Paralysis, melakukan Mopping Up.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

L. Heymann, David dan R. Bruce Aylward. 2004. Poliomyelitis. Switzerland : Geneva 1211
N.Z, Miller.2004. The polio vaccine: a critical assessment of its arcane history, efficacy, and long-term health-related consequences. USA: Thinktwice Global Vaccine Institute.
M.D, Paul E. Peach.2004. Poliomyelitis. Warm Springs ; GA 31830.
Wilson, Walter R. 2001. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. USA : McGraw-Hill Companies, Inc
http://www.totalkesehatananda.com/polio3.html. Diakses tanggal 13 Maret 2009.
http://himapid.blogspot.com/2008/11/polio-masalahnya-dan-cara-pencegahannya.html. Diakses tanggal 13 Maret 2009

Tinggalkan komentar »

PEMERIKSAAN SERUM/PLASMA DARI SEL DARAH MERAH

PEMERIKSAAN SERUM/PLASMA DARI SEL DARAH MERAH

PRINSIP :

Memisahkan serum/plasma dari sel darah merah untuk mendapatkan    plasma/serum yang bebas dari sel darah merah.

Alat dan Bahan:

Alat:

  • Tabung reaksi
  • Pipe tetes
  • Rak tabung
  • Centrifuge

Bahan:

  • Bahan persiapan = sampel darah (golongan darah A)

Hasil :

  • Serum/plasma yang jerni (bebas dari sel darah merah)
  • Sel darah merah pekat

 

PENCUCIAN SEL DARAH MERAH

Prinsip :

Metode sel darah merah dicuci, dan bebas dari protain/Globulin

Alat dan Bahan:

Alat :

  • Centrifuge
  • Labu semprot
  • Pipe tetes
  • Tabung reaksi
  • Rak tabung

Bahan :

  • Nacl 0,9%

bahan persiapan :

  • Sampel darah (golongan darah A)

Hasil :

Sel darah merah pekat 100%

PEMBUATAN SUSPENSI SEL DARAH MERAH 5%, 10%, 40%

Perinsip :

Membuaat kepekatan sel darah menjadi encer tertentu guna megoptimalkan reaksi antigen pada sel darah merah terhadap antibody

Alat dan Bahan :

Alat :

  • Tabung reaksi
  • Pipe tetes
  • Rak tabung

Bahan :

  • Seline (Nacl 0,9%)

Bahan persiapan :

  • Sampel darah (Golongan darah A)

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS

(Slide dengan blood Gruping plate)

Prinsip :

  • Antigen + Antibodi = Aglutinasi

Alat dan Bahan :

Alat :

  • Waterbath
  • Centrifuge
  • Mikroskop
  • Alat penghitung waktu
  • Rak tabung
  • Tabung reaksi
  • Pipe tetes
  • Labu semprot
  • Slide test
  • Bioplate
  • Gelas pembilas
  • Wadah limba

Bahan :

  • Tes sera anti A
  • Tes sera anti B
  • Tes sera anti D
  • Tes sel A 10%
  • Tes sel B 10%
  • Tes sel O 10%
  • Bovine albumin 22%
  • Saline

Bahan persiapan :

Darah A

Hasil :

Anti A

Anti B

Anti D

TS A

TS B

TS O

AK

BA

Kesimpulan

+3

Neg

+4

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

A Rh positif

Kesimpulan :

Tidak terjadi aglutinasi anti A dan anti B tetapi terjadi Aglutinasi pada anti tes A dan tes B dan terjadi Aglutinasi pada anti O maka golongan darah adalah golongan darah A Rh positif

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS

(Aglutinasi/ tube tes)

Prinsip :

  • Antigen + Antibodi = Aglutinasi

Alat dan Bahan :

Alat :

  • Waterbath
  • Centrifuge
  • Mikroskop
  • Alat penghitung waktu
  • Rak tabung
  • Tabung reaksi
  • Pipe tetes
  • Labu semprot
  • Gelas pembilas
  • Wadah limba

Bahan :

  • Tes sera Anti A
  • Tes sera Anti B
  • Tes sera Anti D
  • Tes sel A 5%
  • Tes sel B 5%
  • Tes sel O 5%
  • Bovin Albumin 22%
  • Saline


Bahan persiapan :

  • Darah B

Hasil :

Anti A

Anti B

Anti D

TS A

TS B

TS O

AK

BA

Kesimpulan

Neg

+3

+4

+

Neg

Neg

Neg

Neg

B Rh positif

 

Kesimpulan :

Tidak terjadi aglutinasi Anti A dan  Tes B tetapi terjadi Aglutinasi pada anti B dan tes A, dan terjadi Aglutinasi pada anti D, maka golongan darah adalah B Rh positif

CROSSMATCHING 1 DONOR

Prinsip:

Antibodi yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 37oc dalam waktu tertentu, dan dengan penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.

Alat dan Bahan

Alat :

  • Waterbath
  • Centrifuge
  • Mikroskop
  • Alat penghitung waktu
  • Rak tabung
  • Tabung reaksi
  • Pipe tetes
  • Labu semprot
  • Gelas pembilas
  • Wadah limba
  • Objek gelas
  • Incubator

Bahan:

  • Saline/ NaCl 0,9%
  • Bovine Albumin 22%
  • Coombs serum
  • Coombs Control Cells


Bahan persiapan :

  • Donor = darah A
  • Pasien= darah A

Hasil :

FASE

MAYOR

MINOR

AUTOKONTROL

KESIMPULAN

I

Neg

Neg

Neg

Compatible

II

Neg

Neg

Neg

Compatible

III

Neg

Neg

Neg

Compatible

 

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil pemeriksaan (Compatible) maka darah donor tersebut dapat di tranpusikan kepada pasien.


CROSSMATCHING 4 DONOR

Prinsip :

Antibody yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 370c dalam waktu tertentu, dan dengan penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi

Alat dan Bahan :

Alat :

  • Waterbath
  • Centrifuge
  • Mikroskop
  • Alat penghitung waktu
  • Rak tabung
  • Pipe tetes
  • Tabung reaksi
  • Labu semprot
  • Gelas pembilas
  • Wadah limbah
  • Objek gelas
  • Incubator

Bahan :

  • Saline/ NaCl 0,9%
  • Buvin Albumin 22%
  • Coombs serum
  • Coombs control cells
  • BA
  • AHG

Bahan persiapan :

  • Donor I           = darah O
  • Donor II         = darah O
  • Donor III       = darah O
  • Donor IV        = darah O
  • Pasien             = darah O

Hasil :

FASE

My I

My II

My  III

My IV

Mn I

Mn II

Mn III

Mn IV

AK I

AP

KESIMPULAN

Fase

 I

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Compatible

Fase  II

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Compatible

Fase  III

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Compatible

Makro

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Compatible

Mikro

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Neg

Compatible

 

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil pemeriksaan (Compatible) maka darah donor tersebut bisa di transfusikan kepada pasien.

 

Tinggalkan komentar »

MAKALAH GOLONGAN DARAH 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Darah  merupakan  bagian yang sangat penting dalam tubuh manusi4 begitu juga dalam hal pengolongan darah manusi4 dimana terdapat 4 golongan darah manusia yang urnum dikenal dan merupakan pengolongan darah yang penting yaitu golongan darah A B, AB, dan O. Dalam proses fianfusi darah dari satu orang ke orang lain, pengenalan golongan darah harus dilakukan untukmenghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pendonoran darah dari pendonor ke penerima harus dissslaikan jenis golongan darahnya. Kesalahan dalam pengenalan golongan darah akan dapat membahayakan nyawa penerim4 karena terjadi panbekuan darah akibat bertemunya antigen yang berbeda Pada saat ini, pengenalan golongan darah hanya terbatas pada cara manual dan belum menuju pengenalan secara digital. Manusia dengan segala kernampuannya berusaha keras untuk menirukan kehebatan yang mereka miliki, misalnya dalam mendeteksi golongan daratr manusia (Golongan darah A, B, AB, O). Dengan pendekatan kecerdasan buatan, manusia berusaha menirukanbagaimana pola-pola dibentuk untuk dapat dipelajari. Jaringan Syaraf Tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematik dari pembelajaran manusia.


BAB II

PEMBAHASAN

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.

Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:

  • Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
  • Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
  • Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
  • Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.

Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.

Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO.

  1. 1.     Frekuensi

Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.

Populasi

O

A

B

AB

Suku pribumi Amerika Selatan

100%

Orang Vietnam

45.0%

21.4%

29.1%

4.5%

Suku Aborigin di Australia

44.4%

55.6%

Orang Jerman

42.8%

41.9%

11.0%

4.2%

Suku Bengalis

22.0%

24.0%

38.2%

15.7%

Suku Saami

18.2%

54.6%

4.8%

12.4%

 

  1. 2.     Pewarisan

Tabel pewarisan golongan darah kepada anak

Ibu

Ayah

O

A

B

AB

O

O

O, A

O, B

A, B

A

O, A

O, A

O, A, B, AB

A, B, AB

B

O, B

O, A, B, AB

O, B

A, B, AB

AB

A, B

A, B, AB

A, B, AB

A, B, AB

  1. 3.     Rhesus

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat memengaruhi janin pada saat kehamilan.

  1. 4.     Golongan darah lainnya
  • Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi Amerika.
  • Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN. Berguna untuk tes kesuburan.
  • Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika.
  • Sistem Lutherans yang mendeskripsikan satu set 21 antigen.
  • Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops, Indian, Ok, Raph dan JMH.
  1. 5.     Kecocokan golongan darah

Tabel kecocokan RBC

Golongan darah resipien

Donor

O−

O+

A−

A+

B−

B+

AB−

AB+

O−

O+

A−

A+

B−

B+

AB−

AB+

Tabel kecocokan plasma

Resipien

Donor

O

A

B

AB

O

A

B

AB

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

          Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.

Saran :

                 Penulis mengharapkan,semoga dengan hadirnya makalah ini dapatmenambah wawasan bagi para pembaca,dan merupakan tambahan referensi untuk ilmu pengetahuan khususnya tentang  Ngan darahgolo. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTKA

Situs:

http://docstoc.asterpix.com/cy/2439473/?q=Makalah+Golongan+Darah

file:///C:/Documents%20and%20Settings/Iwan/My%20Documents/Downloads/Golongan_darah.htm

 

1 Komentar »

MAKALAH GOLONGAN DARAH

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Banyak penyebab keguguran berulang yang telah diidentifikasi di dunia kedokteran khususnya kandungan. Salah satu penyebab yang sekarang ini makin sering ditemukan adalah adanya inkompatibilitas golongan darah sistem ABO Pada kasus ini, terjadi reaksi imunitas antara antigen dan antibody. Inkompatibilitas ini sering menimpa golongan darah A dan B, O dan A/B. Prinsipnya, janin atau bayi memiliki antigen yang tidak dimiliki ibunya. Karena suplai darah ke janin berasal dari ibu, maka antigen ini akan sedikit menolak dengan memunculkan reaksi. Akibatnya dalam dunia kedokteran akan menimbulkan klinis seperti kematian janin dalam kandungan atau reaksi hemolisis darah bayi. Ada dua keadaan, yaitu A inkompatilitas atau B inkompatibilitas. Anti-A dan Anti-B ini termasuk Ig-M. Namun pada kasus ibu berdarah O, Ig nya berjenis Ig-G, menyebrangi plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi. Kejadian kasus ini berkisar dibawah 3% dari seluruh kejadian kematidan dan hemolisis bayi.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SISTEM ABO

® Diketemukan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1901

® Merupakan antigen yang sangat penting untuk transfusi darah

® Pemberian transfusi darah oleh karena ABO inkompatibilitas akan mengakibatkan terjadinya hemolisis intravaskuler

2.2 REAKSI TRANSFUSI HEMOLITIK (UJI SILANG SERASI)

Mencakup pemeriksaan :

® ABO dan Rhesus baik pada darah donor maupun resipien

® Skrining dan identifikasi antibodi pada donor dan resipien

® Uji silang serasi

2.3 PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO

Cell typing Serum typing Inter-

pretasiPresentase (%)Anti-AAnti-BAnti-ABSel ASel BSel OGol. DrhWhiteIndonesia—++-O4541+-+-+-A4125-+++–B1027+++—AB47

2.4 KETIDAK COCOKAN GOLONGAN DARAH ABO

1. Ketidak cocokan terjadi, bila reaksi cell typing tidak sesuai / didukung dengan reaksi serum typing

2. Bila diketemukan hasil pemeriksaan yang menyimpang, maka harus dilakukan :

Þ Hasil pemeriksaan harus dicatat dan didokumentasikan

Þ Interpretasi hasil golongan darah ABO harus ditunda hingga ketidak cocokan diketahui dan diputuskan

 

2.5 PENYEBAB KETIDAK COCOKAN GOLONGAN DARAH ABO

1. Problem dengan sel darah merah

2. Problem yang berhubungan dengan test atau kesalahan tehnis

2.6 HASIL FALSE NEGATIP PADA PEMERIKSAAN ABO

® Lupa menambahkan reagen atau test serum

® Reaksi hemolisis tidak dinyatakan sebagai reaksi posistip

® Perbandingan antara serum (reagen) dengan sel darah merah tidak sesuai

® Goyangan pada slide test atau putaran sentrifus tidak akurat untuk metoda tube test

® Test diinkubasi pada suhu diatas 20 – 240C

® Pembacaan atau penulisan hasil salah

2.7 HASIL FALSE POSITIP PADA PEMERIKSAAN ABO

® Untuk metoda tube test, putaran sentrifus terlalu lama / kuat

® Reagen, sel darah merah atau saline terkontaminasi

® Menggunakan peralatan yang kotor

® Pembacaan atau penulisan hasil salah

2.8 MASALAH PADA PEMERIKSAAN CELL TYPING

1. Transfusi darah atau transplantasi sumsum tulang

2. Antigen lemah atau missing antigen :

® Subgroup lemah dari A atau B antigen

® Penyakit lekemia atau keganasan lainnya

3. Polyagglutinasi

4. Konsentrasi serum protein yang tidak normal :

® Infus makromolekular

® Wharton jelly

5. Konsentrasi substance A dan B yang tinggi dalam serum

6. Penggunaan warna untuk reagen anti-A dan anti-B yang berperan sebagai antibodi

7. Cold reactive auto agglutinins

8. pH atau pengenceran auto antibodi

 

2.9 MASALAH PADA PEMERIKSAAN SERUM TYPING

1. Gumpalan fibrint

2. Konsentrasi protein yang abnormal :

® Rouleaux formasi

® Ratio serum protein

® Makromolekular plasma expander

3. Terdapatnya antibodi selain anti-A dan anti-B

4. Bahan pengencer mengandung antibodi dan sebagai pengawet sel A dan B

5. Kadar Immunoglobulin yang rendah

6. Hasil neg. atau pos. lemah pada bayi usia > 4 – 6 bulan

7. Titer komplemen yang tinggi pada anti-A da -B

8. Transplantasi dengan ABO berbeda

9. Sebelumnya mendapat transfusi komponen plasma

2.10 TINDAK LANJUT PADA KETIDAK COCOKAN ABO

1. Ulangi seluruh pemeriksaan

2. Gunakan sel darah merah yang telah dicuci dengan saline

3. Pemeriksaan lanjutan

2.11 PEMERIKSAAN LANJUTAN PADA KETIDAK COCOKAN ABO

1. Periksa ulang dengan sampel darah baru

® Cuci SDM dan test dengan anti-A, -B, anti-A1 dan anti-H

® Periksa serum ulang dengan SDM A2, O, cord blood dan auto kontrol

® Baca hasil setelah pemutaran

® Inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit

® Hangatkan serum dan SDM

® Baca semua reaksi dan beri gradasi pos :

  • · dengan menggunakan mikroskop
  • · adakah mixed field aglutinasi

2. Lakukan pemeriksaan DCT

3. Cari informasi mengenai penyakit pasien seperti :

  • · Usia
  • · Diagnosa
    • · Kehamilan
    • · Transfusi
    • · Pengobatan

4. Reaksi lemah atau missing reaction :

  • · Karena usia pasien atau penyakit
  • · Kadar substance A atau B yang tinggi
  • · Subgroup A atau B

® Reaksi serologi yang karakteristik

® Teknik absorbsi dan elusion

® Periksa saliva / sekretor

  • · Mixed field agglutination

® Subgroup

® Chimera

® Transplantasi

® Transfusi masif

  • · Reagen terkontaminasi atau kadaluwarsa

® Validasi reagen setiap hari

® Ulangi pemeriksaan dengan reagen baru

5. Pemeriksaan tambahan

a. Sel O positif (auto kontrol negatif)

– Alloantibodi

– Identifikasi alloantibodi

– Test dengan sel yang neg. untuk mencocokkan antigen

b. Autoantibodi tipe dingin

– Teknik pre warmed

– Autoadsorption untuk pemeriksaan reverse grouping

– Gunakan SDM yang telah dicuci (saline hangat)

– Rouleaux

® Infus makromolekular, penyakit

c. Sel O negatif (auto kontrol positif)

– Nonspesifik atau spontan aglutinasi

® Silica gel

® Wharton jelly

® Antibody coated cells

– DCT positif

d. Sel O negatif (auto kontrol negatif)

1. Subgroup A dan B

– Anti – A1

– Sel A1, A2 dan O (3 contoh darah)

– Teknik pre warmed

2. Polyaglutinasi

3. Acquired B–like (enzim deacethylase mengubah N–Acethylgalaktosamin dari gol A menjadi galaktosamin ® E Coli K12 dan Clostridium tertium A).

2.12 POLYAGGLUTINASI

– Bila eritrosit mengaglutinasi semua atau banyak serum.

– SDM donor dengan poliaglutinasi tidak boleh untuk transfusi.

– Tersering tipe T polyaglutinasi : melalui sialidase invivo membran SDM dirusak oleh karena infeksi pneumococcus atau influenza virus atau invitro akibat kontaminasi bakteri pada sampel, sehingga cryptantigan disaccharid Gal B1 ® 3 GalNAca ® Serine (® Threonine) terbuka. Anti–T yang terbentuk akan mengakibatkan hemolisa berat.

– tn Polyaglutinasi terjadi akibat kerusakan enzim Galactosyl – transferase pada hematopoietic stamn cells ® persistent mixed field polyagglutinability), sering diikuti dengan Thrombocytopenie dan Leucocytopenie. Pada pasien kebanyakan tidak terbentuk anti – Tn, namun bila ada anti – Tn ® Hemolitik anemia.

– Reaksi antara sel normal dengan sel polyagglutinasi.

Tipe sel Reaksi test dengan
AB serum dewasa Cord Sera
Normal sel O 0 0
T + 0
Tn + 0
Tk + 0

+ = Aglutinasi 0 = tidak beraglutinasi

– Membedakan sel polyagglutinasi dengan reagen lectin

Tipe sel Glycine soja Arachishypogaea Dolichosbiflorus
Normal sel O 0 0 0
T + + 0
Tn + 0 +
Tk 0 + 0

+ = Aglutinasi 0 = tidak beraglutinasi

ACQUIRED B-LIKE ATAU A-LIKE ANTIGEN

Acquired A :

– Tn Aktivasi

– B (A) phenotypy

Acquired B :

– Ulserasi atau obstruksi lesi pada saluran pencernaan

– Golongan darah pasien A (genetik)

– Reaksi dengan anti-B lemah (1+ – 2+), tetapi anti-B pada serum pasien tidak bereaksi dengan selnya sendiri.

– Transfusi PRC dengan golongan A atau O

CONTOH KASUS

Pada pemeriksaan golongan darah seorang donor yang sehat memberikan hasil sebagai berikut :

Cell grouping Serum grouping
Anti-A Anti-B Anti-AB Anti-D Rh Ko Sel A1 Sel B
1+ 3+ 3+ 3+ 3+ O

1. Golongan darah apa pada kasus diatas ?

2. Penambahan test apa yang harus dilakukan ?

KASUS 2 :

Seorang pasien usia 40 tahun, pernah mendapatkan 4 kantong darah golongan B Rh pos 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan ditemukan hasil sebagai berikut :

Anti-A Anti-B Anti- AB Sel A1 Sel B Sel O Auto Anti-D Rh ko
4+ 4+ 4+ 4+ 4+ 4+

1. Golongan darah apa pada kasus diatas ?

2. Penambahan test apa yang harus dilakukan ?

RHESUS SISTEM

® Diketemukan oleh Levine dan Stetson pada tahun 1939

® Antigen D merupakan antigen yang penting setelah antigen A dan B dalam bidang tranfusi

® Anti – D selalu timbul setelah transfusi atau kehamilan

® D antigen merupakan antigen yang kuat dan lebih dari 80 % resipien dengan Rh neg (D-) yang mendapat transfusi dengan rh pos (D+) akan membuat anti -D

Þ Prosentase D antigen pada kulit putih (85 %), kulit hitam (92 %)

Þ D weak antigen

– D weak genetik : antigen D komplit jarang ditemukan pada kulit putih

– C trans : position effect atau gene interaction effect Dce/dCe, kekuatan antigen D tidak berpengaruh pada posisi cis Dce/dce

– Partial D : satu atau lebih bagian dari D antigen missing/hilang. Semua sampel harus diperiksa secara duplo dengan menggunakan IgM monoclonal yang tidak dapat mendeteksi D

2.13 PENTINGNYA ARTI D – WEAK PADA DARAH DONOR

® Immunogenik D weak lebih lemah dibandingkan dengan D pos yang normal bila ditransfusikan pada resipien D neg

® Dapat terjadi reaksi transfusi hemolitik

® Dapat terjadi HDN tapi jarang

2.14 PENTINGNYA ARTI D–WEAK PADA RESIPIEN

® Resipien dengan D weak harus ditransfusikan dengan D neg untuk menghindari terbentuknya anti –D

® Untuk menghindari kesalahan pemeriksaan darah Rh neg resipien sebagai Rh pos, harus ada sistem kontrol anti –D

® Semua wanita yang sedang hamil, abortus atau dalam perawatan kandungan harus diperiksa Rhesus sistemnya

® D neg dan D weak harus diperlukan seperti Rh neg.

2.15 PEMERIKSAAN RHESUS YANG BERMASALAH

– Siapkan SDM segar yang telah dicuci dengan saline, buat suspensi

– Periksa ulang dengan anti –D dan Rh kontrol

– Hasil yang lemah lanjutkan dengan inkubasi pada suhu 370 C ® IAT

– Bila perlu lakukan DCT

2.16 REAKSI FALSE POSITIF DENGAN REAGEN RHESUS

1. Cold agglutinin

2. Inkubasi terlalu lama sehingga kering pada metoda slide

3. Rouleaux

4. Fibrin

5. Polyagglutinasi

6. Reagen terkontaminasi dengan bakteri

7. Penggunaan reagen yang salah

2.17 REAKSI FALSE NEGATIF DENGAN REAGEN RHESUS

1. Pemeriksaan tidak sesuai prosedur kerja dari reagen

2. Pengenceran sel terlalu tinggi

3. Penggunaan reagen yang salah

4. Adanya variant antigen

5. Kekuatan reagen sudah melemah

2.18 MILTENBERGER SISTEM

Miltenberger sistem mempunyai 5 antigen satelit, yaitu :

1. Mia (miltenberger)

2. Vw (Verweyst) atau Graydon

3. Mur (Murrell)

4. Hil (Hill)

5. Hut (Hutchinson)

Ke 5 antigen ditemukan dalam darah dalam beberapa kombinasi menurut susunan dari Cleghorn dan dikembangkan oleh Wirrwarr.

Ada 5 kelas yang berbeda yang termasuk dalam Miltenberger komplex. Dan nama diberikan sesuai dengan pembuat antibodi pertama. Miltenberger complex termasuk dalam phenotype MNSs sistem.

Kelas Eritrosit Reaksi anti serum Diketemukan
Verweyst Vw Miltenberger Mia Murrell Mur Hill Hil Hutchinson Hut 0/00 Phenotype Gen Komplex
I + + England = 0.570

Zurich = 0.905Ms, Ms, Ns, NsII-+–+England = 0.644Ms, Ms, NsIII-++++England = 0.100

Thailand = 96.400Ms, NsIV-++-+England = 0.020NsV—+-England = 0

Zurich = 0.484Ms, Ns

 

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Merupakan antigen yang sangat penting untuk transfusi darah Pemberian transfusi darah oleh karena ABO inkompatibilitas akan mengakibatkan terjadinya hemolisis intravaskuler. ABO dan Rhesus baik pada darah donor maupun resipien Skrining dan identifikasi antibodi pada donor dan resipien

DAFTRA PUSTAKA

Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition 1995. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721.

Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA FKUI, 1991: 332-334

Tudehope DI, Thearle MJ. A primer of neonatal medicine. Queensland: William Brooks Queensland, 1985: 144-149

Wagle S. Hemolytic disease of the newborn. www. Neonatology.org. 2002

1 Komentar »

MAKALAH TRANSFUSI DARAH

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan seru sekalian alam yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan Salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan juga kepada keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang GOLONGAN DARAH dan untuk memenuhi tugas TRANSFUSI DARAH, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang “GOLONGAN DARAH” yang sangat berbahaya bagi lingkungan kita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Terima kasih.

                                                                                                 22 Juni 2011

Penyusun,

La Rabia

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Banyak penyebab keguguran berulang yang telah diidentifikasi di dunia kedokteran khususnya kandungan. Salah satu penyebab yang sekarang ini makin sering ditemukan adalah adanya inkompatibilitas golongan darah sistem ABO Pada kasus ini, terjadi reaksi imunitas antara antigen dan antibody. Inkompatibilitas ini sering menimpa golongan darah A dan B, O dan A/B. Prinsipnya, janin atau bayi memiliki antigen yang tidak dimiliki ibunya. Karena suplai darah ke janin berasal dari ibu, maka antigen ini akan sedikit menolak dengan memunculkan reaksi. Akibatnya dalam dunia kedokteran akan menimbulkan klinis seperti kematian janin dalam kandungan atau reaksi hemolisis darah bayi. Ada dua keadaan, yaitu A inkompatilitas atau B inkompatibilitas. Anti-A dan Anti-B ini termasuk Ig-M. Namun pada kasus ibu berdarah O, Ig nya berjenis Ig-G, menyebrangi plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi. Kejadian kasus ini berkisar dibawah 3% dari seluruh kejadian kematidan dan hemolisis bayi.

BAB II

PEMBAHASAN

Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenic berbeda. Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal; tanda dari masing-masing adalah di bawah control genetic dari chromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody ( alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi  “alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.

Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua alleles: A dan B. Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen  yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B ” natural” yang menghasilkan antibody [ sebagian besar immu-noglobulin M ( IgM)] melawan antigens ( Tabel 29-7) di dalam tahun pertama kehidupan. Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu chromosom tempat berbeda. Tidak adanya  antigen H( hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan  kondisi sangat jarang ini  akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.

Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome. Ada sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigens, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibody .Biasanya, ada atau tidak allele yang paling immunogenic dan umum, D antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan allele ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).
Sistem Lain

Sistem  lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan  sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.

TES KOMPATIBILITAS

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.

Tes ABO-Rh

Reaksi Transfusi  yang paling berat adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO; antibody yang didapat secara alami  dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravascular. Sel darah merah pasien diuji dengan serum yang dikenal  mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi jenis darah  kemudian  dibuat dengan menguji serum pasien  melawan sel darah merah dengan antigen yang  dikenal.
Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah Rh (+).Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada antigen  Rh adalah 50-70%.

Crossmatching

Suatu crossmatch  transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima. Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh  (kurang dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3)  mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang  dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.

Screening Antibodi

Tujuan test ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi yang biasanya dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini (dikenal juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel daraah.  Screening ini rutin dilakukan pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari crossmatch .

Type & Crossmatch  versus Type & Screen

Timbulnya suatu reaksi hemolytic yang serius setelah transfusi dari  ABO- dan Rh-Compatible Transfusi dengan screening negatif tetapi tanpa  crossmatch kurang dari 1%. Crossmatching, bagaimanapun, meyakinkan pentingnya kemanan yang optimal dan mendeteksi adanya antibody  yang lain yang muncul dalam screening. Crossmatch kini dilakukan hanya untuk prosedur operasi elektif dg kemungkinan transfusi darah. Oleh karena waktunya sekitar 45 menit jika sebelumnya prosedur dua type dan screen telah didokumentasikan, pada beberapa Center telah memulai crossmatch secara komputer.
Pemesanan Darah UntukOperasi

Kebanyakan rumah sakit menyusun daftar operasi yang akan dilakukan  dan yang maksimum jumlah unit yang dapat dicrossmatch preoperati. Seperti  pada praktek mencegah  berlebihan Crossmatching darah. Daftar pada umumnya didasarkan pada masing-masing pengalaman institusi. Suatu crossmatch-to-transfusion perbandingan kurang dari 2.5:1 dipertimbangkan bisa diterima. Hanya suatu type and screen dilakukan jika timbulnya transfusi untuk suatu prosedur kurang dari 10%. Jika transfusi diperlukan, dilakukan cross-match . Pinjaman secara khas dibuat untuk pasien anemic dan mereka yang mempunyai kelainan pembekuan.

TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT

Ketika pasien sedang exsanguinating, kebutuhan transfusi terjadi sebelum penyelesaian suatu crossmatch, penyaringan , atau bahkan identifikasi tipe darah. Jika jenis darah pasien sudah dikenal, dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika jenis darah penerima tidak dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan, jenis O Rh-Negative  darah mungkin bisa digunakan.

BANK DARAH

Darah dari pendonor disaring untuk mengeluarkan  zat-zat yang dapat mempengaruhi kondisi medis yang kurang baik bagi penerima donor. Hematocrit ditentukan, jika >37% untuk allogeneic atau 32% untuk donor autologous, darah dikumpulkan, diidentifikasi, disaring untuk antibodi, dan dilakukan pengujian adanya Hepatitis B, Hepatitis C, sipilis,human T cell leukemia virus ( HTLV)-1 dan HTLV-2, dan Human immunodeficiency virus ( HIV)-1 dan HIV-2. Kebanyakan pusat penelitian sedang melakukan tes terhadap asam nucleat virus RNA untuk mendeteksi Hepatitis B dan C dan virus HIV ,dan sedang melakukan deteksi terhadap West Nile Virus. Ada test yang sangat sensitif, dan mereka perlu membatasi virus dengan window positif  tetapi test negatif.

Pertama, darah dikumpulkan kemudian tambahkan larutan anticoagulant. Larutan yang paling umum digunakan adalah CPDA-1, yang berisi sitrat sebagai antikoagulan (berikatan dengan Calcium), fosfat sebagai buffer, dextrose sebagai sumber energi sel darah merah, dan adenosine sebagai precursor dari sintesa ATP.

Darah dengan CPDA-1- dapat disimpan untuk 35 hari, setelah kelangsungan hidup sel darah merah dengan cepat berkurang. Sebagai alternatif, penggunaan AS-1 ( Adsol) atau AS-3 ( Nutrice) meluas umur rata-rata 6 minggu.
Semua unit yang dikumpulkan dipisahkan ke masing-masing komponen, yang diberi nama, sel darah merah, platelets, dan plasma.

Ketika disentrifuge, 1 unit Whole blood utuh menghasilkan sekitar 250 mL packed red blood cel ( hematocrit 70%); mengikuti penambahan larutan saline, volume suatu unit packed red cell sering mencapai 350 mL. Sel darah merah secara normal disimpan pada 1-6°C. Sel darah merah dapat dibekukan dalam larutan glycerol hypertonis sampai 10 tahun. Teknik yang belakangan pada umumnya disediakan untuk penyimpanan darah dengan phenotypes jarang. Supernatant disentrifuge untuk menghasilkan platelets dan plasma.  1 Unit platelets yang diperoleh biasanya berisi 50-70 mL plasma dan dapat disimpan pada 20- 24°C untuk 5 hari. Sisa plasma supernatant diproses dan dibekukan untuk menghasilkan Fresh frozen plasma; pembekuan cepat mencegah inaktifasi faktor pembekuan ( V dan VIII). Pencairan yang lambat dari Fresh frozen plasma menghasilkan suatu  gelatin presipitat ( cryo-precipitate) yang berisi faktor VIII dan fibrinogen dengan konsentrasi tinggi. Ketika dipisahkan, cryoprecipitate ini dapat dibekukan kembali untuk disimpan. Satu unit darah menghasilkan sekitar 200 mL plasma, yang mana dapat dibekukan untuk disimpan; sekali ketika, harus ditransfusi dalam 24 jam. Platelets boleh sebagai alternatif untuk mencapai plateletpheresis, yang ekuivalen dengan enam unit reguler dari pasien .

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Merupakan antigen yang sangat penting untuk transfusi darah Pemberian transfusi darah oleh karena ABO inkompatibilitas akan mengakibatkan terjadinya hemolisis intravaskuler. ABO dan Rhesus baik pada darah donor maupun resipien Skrining dan identifikasi antibodi pada donor dan resipien

1 Komentar »

SEL DARAH PUTIH (LEKOSIT)

BAB 1

PENDAHULUAN

  1. Latar belakang

   Darah merupakan bagian tubuh kita yang sangat penting untuk mempertahankan hidup. Darah terdiri dari bagian cair dan bagian padat, bagian cair berupa plasma darah dan serum. Sedangkan bagian padatnya berupa sel darah merah ( eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keeping darah (trombosit). Fungsi utamanyan adalah sebagai transportasi. Plasma darah tersusun atas 91-92% air yang mengandung sari makanan, protein, hormone dan endapan kotoran selain sel-sel darah.

   Darah merupakan suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolism, dan mengandung berbagai bahan penyusun system imun yang bertujuan mempertahakan tubuh dari berbagai penyakit. Tekanan darah dalah menunjukan keadaan dimana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh erteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. Tekanan darah pada dasar adalah tekanan pada darah  yang mendorong arterial dinding. Dengan setiap denyut jantung, darah akan dipompa dan tekanan yang di hasilkan.

   Tiap hari kitamenghirup udara dan memegang berbagai benda. Oleh karena itu,bagaimanapun juga kita akan selalu berinteraksi dengan bakteri. Seperti diketahui,begitu ada kesempatan maka bakteri akan menyelinap masuk ke dalam darah,kemudian berkembangbiak dan mengeluarkan toksin (racun) yang dapat merusak kualitas darah.

   Kalau memang demikian,mungkinkah setiap individu dapat terserang penyakit setiap hari karena aktivitasnya?

    Tidak perlu dikhawatirkan,ternyata kenyataan tidak menunjukan hal demikian.Bagaimanapun juga hanya sedikit sekali orang yang dalam setahun sakit secara terus menerus.Mengapa bisa demikian? Karena dalam darah manusia terdapat suatu “pasukan tempur” yang berjumlah sangat besar yang tak henti-hentinya bertempur dan memberantas bakteri.

      Pasukan tempur itu tidak lain adalah sel darah putih yang juga dikenal dengan sebutan leukosit.Jumlah sel darah putih dan trombosit ternyata hanyalah o,5% dari dari jumlah total darah dalam tubuh manusia. Dalam mm kubik darah normal, terdapat 5-10 ribu sel darah putih. Berlainan dengan sel darah merah, sel darah putih tidak mempunyai bentuk yang tetap. Hal ini dikarenakan sel darah putih perlu selalu berubah bentuk untuk memudahkan bertempur melawan bakteri.

  Luka yang kita peroleh akibat kulit tergores duri ikan merupakan media yang paling tepat bagi masuk dan berkembangnya bakteri didalam tubuh. Karenanya, bagian tubuh yang terluka merupakan tempat berkumpulnya sel darah putih. Sel darah putih akan mengepung dan memakan bakteri yang menempel pada luka tersebut hingga tuntas. Seringkali juga pada bagian tubuh yang luka tampak merah merah membengkak dan merasa panas sebagai akibat berkobarnya pertempuran sengit antara sel darah putih melawan bakteri. Bagian yang memerah dan membengkak itu adalah medan pertempuran, sedangkan nanah yang terdapat di sana tak lain adalah mayat sel darah putih dan bakteri yang gugur. Bila pertempuran itu dimenangkan oleh sel darah putih, maka bengkak merah tadi akan segera menghilang dan luka juga akan segera membaik. Akan tetapi,jika sel daarah putih mendapatkan perlawanan yang sangat gigih dari bakteri sehingga tidak mampu mengalakannya dengan cepat, maka bakteri itupun akan berkembagbiak dan kita akan menjadi sakit. Pada saat inilah kita membutuhkan bantuan dari luar, terutama obat-obatan agar segera dapat membasmi bakteri tersebut. Fungsi sel darah yang demikaian inilah yang menyebabkan parah ahli kedokteran menjulukinya sebagai “sel pemberantas bakteri”.

 Leukosit bertanggung jawab terhadap system imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda  yang asing dan berbahaya oleh tubuh, misalnya virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Salah satu contoh orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukemia, sedankan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit lekopenia.

  1. Rumusan masalah
    1. Pengertian leukosit
    2.  Jenis-jenis leukosit
    3. Bila leukosit menurun
    4. Kanker darah
    5. Peran leukosit sebagai anti inflamasi alergi dalam tubuh
    6. Hitung darah lengkap
    7. Tujuan penulisan
      1. Untuk menjelaskan kepada pembaca tentang leukosit dan pemeriksaanya.
      2. Sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa
      3.  Untuk mengetahui fungsi-fungsi spesefik dari leukosit.

BAB II

pembahasan

2.1                 Pengertian sel darah putih

      Sel darah putih, leukosit  adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4×109 hingga 11×109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat – sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada sumsum tulang  Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik

2.2   Jenis sel darah putih

       Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit yaitu:

dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma:

Tipe Gambar Diagram % dalam tubuh manusia Keterangan
Neutrofil 65% Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
Eosinofil 4% Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil <1% Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
Limfosit 25% Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
  • Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem ‘memori’.)
  • Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.
  • Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.

Monosit  6%Monosit membagi fungsi “pembersih vakum” (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk menjaga.Makrofag  (lihat di atas)Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.

2.3    KLASIFIKASI PENYAKIT SEL DARAH PUTIH

  • Gangguan fungsi leukosit:
  • Netrofil:

 kemotaksis dan fagositosis, penyakit granulomatosa kronis,defisiensi mieloperoksidase

Gangguan fungsi limfosit-monosit dan makrofag

  • Gangguan kuantitatif non-neoplastik (nonklonal)

Neutropenia,agranulositosis, reaksi lekemoid, mono nukleosis  infeksiosa

  • Gangguan leukosit neoplastik klonal

v  Gangguan mieloploriferatif

v  Gangguan mieloploriferatif akut ( leukemia nonlimfositik akut)

  • Gangguan mieloploriferatif kronis
  •  Sindrom  mielodiplastik

v  Gangguan limfoproliferatif

  • Leukimia limfoblastik akut
    • Gangguan  linfoproliferatif kronis leukemik
      • Limfo Hodkin
      • Penyakit imunoproliferatif
      • Mieloma multiple
      • Gamopati  monoclonal yang maknanya tidak diketahui
      • Amioidosis primer
      •  Penyakit rantai berat

Penyakit-penyakit leukosit

2.3.1 PENYAKIT LEUKOSIT NONKLONAL

ü  GANGGUAN  FUNGSI LEUKOSIT

Netrofil> Gangguan kemotaksis adalah Kemampuan netrofil tertarik ketempat infeksi dan peradangan, tempat sel-sel ini paling diperlukan untuk melawan infeksi dan membersikan debris. Kurangnya  jumlah netrofil di tempat ini paling sering berkaitan dengan neutropenia.

ü  Gangguan fagositosis dan pemusnahan bakteri

 Fagositosis dapat di nilai dengan memanjakan sel fagositik ke bakteri,fungus, partikel lakteks, dan partikel yang dilapisi oleh antibody atau komplemen, kemudian dihitung jumlah bakteri yang dimakan.

ü  Gangguan fungsi linfosit,monist dan makrofagus

 Apabila jumlah atau fungsi limfosit berkurang, pasien menderita imonodefisiensi. Keadaan ini dapat merupakan kelainan herediter atau didapat.Keadaan defisiensi didapatsekarang  semakin sering di jumpai.Sindrom imunodefisiensi didapat(AIDS) adalah suatu keadaan deisiensi imun didapat yang terjadi akibat infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Virus ini secara kusus menyerang limfosit T penolong sehingga jumlah sel ini jauh berkurang.

ü  Gangguan kuantitatif non-neoplastik

Hitung sel darah putih total dan deferensial bermanfaat, tetapi non-spesifik,sebagai tanda diagnostic pada banyak keadaan fisiologik dan patologik selain neutropenia dan sindrom imunodefesiensi yang telah di bahas di atas. Perubahan jumlah mungkin munjukan bahwa terdapat suatu keadaan abnormal dan tubu melakukan respon ; namun perubahan kadar sel darah putih juga mungkin mencerminkan keadaan-keadaan yang secara langsung memengaruhi organ pembentuk darah.

Neutropenia vvvvvv

       Neutropenia adalah penurunan  dalam hitung neutrofil absolud dibawah 2000/µL. Neutropenia dapat diklarifikasikan  sebagai ringan( hitung neutrofil antara 1000 dan 2000/µL),sedang (hitung neutrofil antara 500 sampai 1000/µL), atau parah  atau agranulositosis( hitung neutrofing yang kurang dari 500/µL). Predisi ini  bermanfaat  karena dapat mempredeksi kemungkinan terjadinya infeksi. Orang dangan deplesi neutrofil yang parah rentan terhadap infeksi bakteri, terutama organism klebsiella,escherchia,pseudomonas, dan staphylococcus. Evaluasi  terhadap penurunan  absolud jumlah neutofil dimulai dengan pemeriksaan hapusan darah tepi. Hitung jenis / diferensial bermaafaat untuk meniai derajad gangguan kuantitatif serta persentase sel imatur yang ada.

Agrunulositosis

Agrunulositosis adalah neutripenia akut berat  yang di tandai dengan  menghiangnya prekursol neutrofil di sumsum tulang dan penurunan hebat hitung granulosit di darah perifer. Hitung jenis leukosit memperlihatkan tidak adanya neutrofil atau jumlah neutrofil atau sel granulositik kerang dari 500/µL. Hal ini dapat terjadi secara mendadak  pada orang yang tampaknya normal, dan trauma yang terjadi sebagai suatu reaksi obat idiosinkratik. Keadaan ini dapat juga terjadi berkaitan penyakit autoimun dan infeksi-infeksi tertentu.

Reaksi leukemoid

Reaksi leukemoid  adalah leukositosis reaktif yang berlebihan, dengan sel darah putih matur dan imatur membanjiri sirkulasi. Infeksi virus seperti pneumoni atipik primer, hepatitis influenza memberikan gambaran lekopeni dengan lnfositosis relative denan linfosit atipik seperti pada mononukleusis infeksiosa. Infeksi bakerill seperti typhus abdominalis, paratyphus, brucellosis, malaria menyebabkan gambaran leukopeni dan linfositosis relative.

2.3.2  GANGGUAN LEUKOSIT KLONAL

  Gangguan mieloproliferatif adalah seklompok penyakit klonal neoplastik yang melibatkan sel bakal hematopoitik pluripotein.

 Diaknosis laboratorium leukemia akut dan deferensiansi subtype.

Diagnosis leukemia akut ditegakan berdasarkan hal-hal berikut:

  • Pembuktiaan adanya sel-sel imatur d dara perifer disertai konfirmasi sel imatur di sumsum tulang. Sumsum tulang biasanya  mengandung lebih dai 20% morfologi  ” blastik”.
  •  Mengategorisasi sel-sel leukemik sebaga leukemia nonlimfositik akut atau leukemia limfoblasti akut.
  • Mengetgorisasi tipe sel di dalam klasifilasi FAB.

v  LEUKIMIA

      Leukimia adalah  kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan  jenis sel darah lain. Leukemia tampak merupakan  penyakit klonal  yang berarti satu sel kanker yang abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, manghasilkal sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel sel lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum sum tulang. Karena factor- factor ini, leukemia disebut gangguan akumolasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel non leukemik didalam darah yang merupakan penyebab gejala umum leukemia.

Klasifikasi leukemia

  1. Berdasarkan berlangsungnya penyakit
    1. Leukemia akut
    2. Leukemia kronik
    3. Berdasarkan jumlah leukosit di sirkulasi darah tepid an adanya sel-sel leukosit muda:
      1. Leukemia aleukemik: jumlah lekosit darah tepi normal atau kurang,blast cell tidak ada
      2. Leukemia subleukemik: jumlah leukosit dalam batas normal, ada blast cell didarah tepi
      3. Leukemia leukemi: jumlah leukosit meninggi, ada blast cell.
      4. Berdasarkan jaringan asal dari sel yang mengalamiproleferasi ganas:
        1. Leukemia mielostik akut (LMA) ini serring terjadi pada dewasa daripada anak-anak.
        2. Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukimia yang paling sering terjadi pada anak-anak. penyakit ini jugaterdapat dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

      Leukimia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat tidaknya kemunculan dan berbagai deferesiasi sel-sel kanker yang bersangkutan. Sel-sel leukemia akut  berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel leukemia kronis biasanya berdeferensiasi dengan baik. Leukimia juga digambarkan  berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang serimg dijumpai pad anak, menggambarkan kanker dari turunan  sel linfosit primitive. Leukimia granulositik  adalah leukemia eosinofil, neutrofil atau basofil. Leukima padad orang dewasa biasanya limfositik konis atau mieloblastik akut

Faktor resiko perkembangan leukemia

     Faktor resiko perkembangan leukemia antara lain adalah predisposisi genetic yang digabungkan dengan inisitor(mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui. Kromosom subnormal tertentu dijumpai dalam persentase yang tinggi pada pasien pengidap leukemia. Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat kometrapi  telah di anggap  meningkatkan resiko leukemia.

Gambaran klinis

 Leukimia akut akan memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukimia kronis berkembang secara lambat dan mungkin  hanya memperlihatkan sedikit gejala  smpai stadium lanjut.

  • Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
  •  Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
  •  Perdarahan dan memar akibat trobositopenia dan gangguan koagulasi.
  •  Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan peningkatan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin meningkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progesif.
  •  Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan  konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
  • Limfadenopati, splenomegali, dam hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.

Perangkat leucopenia

  •  Temuan laboiratorium  berupa perubahan hitung sel darah spesifik. Disertai pengikatan atau defisiensi variable hitung sel darah putih, bergantung jenis sel yang terlibat.
  •   Pemeriksaan sumsum tulang  memperlihatkan proliferasi klonal  dan penimbunan sel darah.
  •  Cairan spinal serebral di singkirkan untuk menyingkirkan keterlibatan system syaraf.

v  PNEUMONIA

 Pneumonia, infeksi akut pada jaringan paru  oleh mikroorganisme. Meruipakan infeksi saluran nafas bagian bawah. Sebagian besar pneumonia disebab oleh bakteri, yang terjadi secera primer atau  skunder setelah infeksi virus. Penyebab teresering pneumonia bakteri adalah bakteri gram- positif, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri  staphylococcus aureus dan streptokokus beta. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Kerusakan  jaringan paru setelah  kolonisasi suatu mikroorganisme diparu banyak disebabkan dari reaksi imun dan inflamasi yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu toksin yang dikeluarkan  bakteri pada pneumonia  bakteri dapat secara langsung merusak sel-sel system pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan sel alveolkar tipe II. Pneumonia bakteri mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling mencolok , yang  perjalananya tergambar jelas pada pneumonia pneumokukus.

GAMBARAN KLINIS

Gejala pneumonia eucop sama untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.

  • Peniungkatan frekuensi napas yang bermakna
  • Demam dan menggigil akibat proses inflamasi dan batuk    yang sering kali priduktif, purulen, dan terjadi sepanjang hari.
  • Nyeri dada akibat iritasi pleura
  • Sputum berwarna merah karat( untuk streptococcus pneumonia ) merah muda (  untuk staphylococcus aureus) atau kehijauan dengan bau khas untuk( pseudomonas aeruginosa).
  • Hemoptisis, yaitu batuk darah dapat terjadi akibat cedar toksin langsung pada kapiler, atau akibat reasi inflkamasi  menyebabkan kerusakan kapiler.

PERANGKAT DIAGNOSTIK

  • Hitung sel darah putih biasanya meningkat ( kecuali apabila pasien mengalami imunodefisiensi). Hal ini terutama terjada pada pneumonia bakteri.
  • Edema ruang interstitisial  sering tampak pada pemeriksaan  radio graf(sinar –x)dada. Hasil pemeriksaan gas darah arteri mungkin abnormal.

2.4  Bila Leukosit Susut atau Melejit

Sel darah putih atau Leukosit merupakan “bala tentara” kita. Tugasnya melindungi tubuh agar tahan menghadapi serangan kuman, entah itu virus, bakteri, atau sejenisnya. Pendek kata, leukosit berperan penting dalam eucop kekebalan tubuh. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, manusia tidak luput dari serangan berbagai macam kuman pembawa bibit penyakit. Beruntung, tidak setiap serangan tersebut bisa merobohkan tubuh, berkat pasukan tempur yang selalu siap melawan kuman. Pasukan tempur itu adaiah sel darah putih yang dikenal dengan sebutan leukosit. Sebagai gambaran, luka akibat goresan merupakan pintu masuk bagi kuman. Nah, di daerah luka itulah sel darah putih akan berkumpul dan berperang melawan kuman hingga tuntas. Bagian tubuh yang luka seringkali tampak merah dan membengkak serta mengeluarkan nanah. Itu merupakan efek dari peperangan kuman melawan sel darah putih. Jika set darah putih menang, kuman akan hilang dan tubuh kembali normal. Sebaliknya, jika sel darah putih kalah, diperlukan obat-obatan dari luar untuk membantu sel darah putih melawan kuman. Bisa dibayangkan betapa pentingnya sel darah putih dalam tubuh kita.

2.5   Gangguan sumsum tulang

     Sebagian orang pernah mengalami kekurangan sel darah putih atau disebut leucopenia. Kondisi ini terjadi bila jumlah sel darah putih kurang dari 5.000 dalam setiap tetes darah. Manusia normalnya memiliki sel darah putih berjumlah 5.000 hingga 10.000 dalam setiap tetes darahnya. leucopenia bisa dikarenakan sumsum tulang mengalami gangguan. “Sumsum tulang merupakan produsen sel darah putih. Jika sumsum tulang bermasalah, otomatis jumlah sel darah putih akan mengalami gangguan juga. Leukopenia juga bisa disebabkan oleh infeksi. infeksi dari kuman atau bakteri bisa menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Kurangnya sel darah putih juga bisa terjadi karena adanya penyakit autoimun seperti HIV/AIDS atau lupus. Pengaruh obat-obatan seperti efek dari kemoterapi pun bisa menyebabkan terjadinya leucopenia. Beberapa jenis obat yang digunakan pada kemoterapi bisa merusak sumsum tulang, sehingga produksi sel darah merah menurun. Meski demikian, kondisi ini tidak selalu terjadi pada tiap orang, bergantung kondisi masing-masing pasien. Namun, keadaan ini tidak berlangsung lama pada pasien yang menjalani kemoterapi. “Biasanya jumlah sel darah putih akan menurun selama beberapa hari. Ini disebabkan efek obat kemoterapi, tetapi kemudian leukosit akan kembali pada jumlah normal lagi.

2.6   Kanker darah

      Penyebab lain dari leucopenia adaiah kanker, terutama kanker darah. “Banyak orang beranggapan bahwa kanker akan memicu jumlah leukosit. Padahal, kanker juga bisa menurunkan kadar leukosit. Apalagi jika kanker tersebut sudah menyerang sumsum tulang dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab ini yang seringkali luput atau menipu perhatian dokter. Kekurangan sel darah putih bisa menyebabkan seseorang rentan terserang penyakit ataupun infeksi. Bahkan, penyakit ringan seperti flu saja bisa membuat pasien leucopenia menderita hebat. “Ini diakibatkan kurangnya pasukan tempur dalam tubuh. Penyakit yang seharusnya bisa dengan mudah ditangani oleh tubuh menjadi sulit sembuh.

  • Atasi penyebabnya

Leukopenia seringkali diketahui ketika pasien memeriksakan diri ke dokter karena keluhan penyakit. Penyakit yang dialami itu kerapkali merupakan gejala dari eucopenia. Cara tercepat untuk mengetahuinya adaiah dengan melakukan tes jumlah darah putih. Kemudian dokter akan memeriksa penyebab terjadinya penurunan jumlah sel darah putih. Jika sudah diketahui, barulah bisa ditentukan cara pengobatannya.Untuk saat ini, cara paling efektif untuk menangani leucopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya. “Jika leucopenia disebabkan oleh infeksi, obati saja infeksinya. Jika disebabkan oleh kanker, obati kankernya, belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih. “Kalau leucopenia dikarenakan kanker, pola makan tidak bisa menaikkan jumlah leukosit. Karena itu, mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang lebih untuk membantu proses pemulihan.

2.7  Interpretasi hasil

   Leukosit merupakan sel darah yang secara fungsionalnya terbagi menjadi 2 yaitu sebagai sel fagosit dan sel imunosit, memiliki nilai normal yang terdapat dalam tubuh manusia yaitu 4000-11000/mm3  darah baik laki-laki maupun perempuan. Jika kadar normal leukosit seseorang berlebihan maka kemungkinan akan menderita penyakit leukemia,sedangkan orang yang kekurangan leukosit akan mudah terserang penyakit karena system pertahanan tubuhnya lemah. Adpun nilai normal dari sel granulosit yaitu: basofil 0-1%, eusinofil 1-3%, netrofil batang/stab 2-6%, netrofil segment 50-70%, limfosit 20-40% dan monosit 2-8%.

  1. A.           Hasil pengamatan laboratoriium
    1. Menghitung jumlah leukosit dengan cara manual

    Darah diencerkan dalam pipet leukosit dengan larutanpengencer (1 berbanding 20, kemudian dimasukan kedalam kamar hitung). Jumlah leukosit dihitung dalam 4 kotak besar dari setiap sudut kamar hitung.

  1. Cara kerja
  2. Alat dan bahan yang diperlukan
  • Kamar hitung improved neubauer
  • Pipet leukosit ( pipet thoma)
  • Larutan turk
  1. Sampel darah (kapiler) diisap sampai tanda 0,5 pada pipet kemudian larutan pengencer diisap sampai tanda 11. Kocok hingga darah dan larutan pengencer tercampur dengan baik. Buanglah 3-4 tetes darah.
  2. Siapkan KH yang lengkap dengan kaca penutupnya, isi KH dengan hati-hati. Diamkan selama 2-3 menit agar leukosit dapat mengendap. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x pada lensa objektif.
  3. Perhitungan

              Pengenceran yang terjadi dalam pipet ialah 20X. jumlah leukosit dalam 4 kotak besar yang dimisalkan N, diklikan dengan tinggi KH yaitu 10 dan20 untuk pengencernya untuk mendapatkan jumlah leukosit dalam 1µl. singkatnya, jumlah sel yang dihitung dikali 50 hasilnya adalah jumlah leukosit dalam µl darah.

Pengencer darah yang lazim dipakai untuk menghitung leukosit yaitu 20X, tapi menurut keadaan yaitu berdasarkan kadar leukositnya(leukosit tinggi atau rendah) pengencernya dapat diubah sesuai dengan keadaan tersebut. Dimana pengenceran dijadikan lebih tinggi pada leukositosis (leukosit tinggi) dan lebih rendah pada leucopenia (leukosit renda).

  1. Menghitung leukosit pada apusan darah
  2. Membuat sediaan apusan darah
  3. Dengan menggunakan kaca objek yang bebas debu dan lemak serta kering
  4. Sentuhkanlah setetes darah pada ujung kanan kaca objek
  5. Dengan tangan kanan diletakan kaca objek lain disebelah kiri tetes darah tadi dan gerakan kesebelah kanan hingga mengenai tetesan darah tadi. Tetes darah akan menyebar pada sisis kaca penggeser. Segera geserkan kaca itu kekiri sambil memegangnya dengan sudut kemiringan 300 -400. Janganlah memegang kaca penggeser itu kebawah. Biarkan sampai sedian mongering.
    1. Memulas sedian apus (pulasan giemsa )
    2. Sedian yang sudah kering diletakan diatas rak pewarnaan.
      1. Tetesi dengan metenol selama 1 menit lalu buang sisa   methanol.
        1. Tetesi dengan laruta giemsa siap pakai ( 9 aquades: 1 giemsa) selama 30 menit.
        2. Bilas dengan air suling lalu keringkan
          1. Menghitung jenis leukosit ( mikrokopis )

Sebelum menghitung jumlah sel, perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu yang meliputu 3 keadaan yaitu: keadaan trombosit, keadaan eritrosit dan keadaan leukosit. Namun, kali ini kami hanya menjelaskan pemeriksaan keadaan leukosit, yaitu sebagai berikut:

  1. Pilihlah sebagian dari sedian yang patut dipakai, yaitu yang cukup tipis dengan penyeberan leukosit yang merata.
  2. Mulailah menghitung pada pinggir  atas sediaan dan berpindahlah kearah pinggir bawah. Pada pinggir bawah geserlah kekanan kemudian kearah pinggir atas lagi, begitu sampai seratus sel leukosit dihitung menurut jenisnya.
  3. Selain mengitung jenis-jenis leukosit, catat juga kelainan morfologi yang  terdapat pada leukosit itu.

Sediaan apus hendaknya cepat kering. Darah yang segar sangat baik untuk membuat sediaan. Melaporkan hasil pemeriksaan hendaknya mengikuti urutan yang pasti, yaitu mulai dari sel basofil.eusinofil,netrofil menurut stadiumnya, limfosit dan trakir monosit.

BAB Iii

PERANAN LEUKOSIT SEBAGAI ANTI INFLAMASI ALERGIK DALAM TUBUH

A.            PERANAN LEUKOSIT SEBAGAI ANTI INFLAMASI ALERGIK DALAM TUBUH.

     Dewasa ini penyakit alergi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan pengobatan alergi maupun penyakit-penyakit, yang berhubungan dengan alergi. Memperkenalkan istilah alergi untuk suatu keaadaan yang disebabkan oleh reaksi imunoligik spesifik. Yang ditimbulkan oleh allergen sehingga pada umumnya dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap benda asing, leukosit sangat berperan. Dengan berkembangnya biologi molekuler dewasa ini para ahli imunologi mengungkapkan pada keadaan alergi akan dilepas mediator-mediator inflanlasi oleh sel system imun. Dalam menghadapi penyakit-penyakit yang didasari iflanlasi alergi,seperti asma bronchial, rinitis alergika, dermatitis urtikaria, alergi obat, alergi makanan maupun alergi dari toksin bakteri yang menyerang ginjal (glomerulonepritis chronis yang disebabkan toksin stretococus), untuk ini perlu penaganan yang serius. Mediator-mediator inflamasi yang dilepasakan menyebabkan kontraksi  otot polos,meningkatkan sekresi mukos, meningkatkan aliran darah,meningkatkan permea bilitas kapiler dan pengerahan sel-sel inflamasi, kesemua kejadian ini disebut “inflamasi alergik”. Sel-sel darah yang berperan dalam kejadian inflamasi alergik ini adalah sel darah putih atau leukosit dengan turunanya; neutrofil, basofil, aosinofil, limfosit, mastosit makrofag, sel plasma, sel epitel dan lain-lain, akhir-akhir ini para ahli mengungkapkan pula keterlibatan mediator inflamasi TNF.Neuropeptida, IL-2.

  1. B.          Histologi leukosit

  Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka seldarah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral

basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor  (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai.Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darahharus diambil.

a)      Neutrofil

     Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, selsel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua : – Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase. – Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.

Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalampenceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses Fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam  dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil.Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuhbakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan glicogenolisis.

  • Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya 55-70% jumlah leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut, beberapa jenis yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT (semacam ARV; lihat LI 411) dapat menyebabkan neutropenia.

b)        EOSINOFIL

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um

(sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasmamitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.

  • Eosinofil

 biasanya 1-3% leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.

c)      BASOFIL

   Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dankeadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan.

  • Fungsi  basofil

tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1% leukosit.

d)     LIMFOSIT

Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit

darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi,kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali,sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel- seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

  • PERKEMBANGAN  LIMFOSlT DALAM PROSES IMMUN

        Seperti kita ketahui bahwa limfosit yang bersikulasi terutama berasal dari timus dan organ limfoid perifer, limpa, limfonodus, tonsil dan sebagainya.  Akan tetapi mungkin semua sel pregenitor limfosit berasal dari sum-sum tulang, beberapa diantara limfositnya yang secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri, disini sel limfosit ini memperoleh sifat limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau ke organ limfoid perifer dan dapat hidup beberapa bulan atau tahun.

Sel-sel T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang  spesifik untuk mengenal antigen asing. Limfosit lain tetap diam disum-sum tulang berdiferensiasi menjadi limfosit B berdiam dan berkembang didalam kompertemenya sendiri. Sel B bertugas untuk memproduksi antibody humoral antibody response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalutantibody, kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang menyerang.Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen. Tahap akhir dari  diferensiasisel-sel B yang diaktifkan berwujud sebagai sel plasma. Sel plasma mempunyai retikulum endoplasma kasar yang luas yang penuh dengan molekul-molekulantibody, sel T yang diaktifkan mempunyai sedikit endoplasma yang kasar tapi penuh dengan ribosom bebas.

  • Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan dibunuh oleh HIV (lihat LI 124). Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan sekaligus.
  •  Persentase limfosit

mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648.

e)      MONOSIT

Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,

diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk  kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

Monosit atau makrofag mencakup 2-8% leukosit. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi bakter.

 

  1. C.      Pengertian Antigen dan Antibodi

    Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen,Anti – melawan, + genin menghasilkan. Contohnya jika terjadi suatu substansi terjadi suatu respon dari tuan  rumah, respon ini dapat selular, humoral atau keduanya. Antigen  dapat  utuh seperti sel bakteri sel tumor atau berupa makro molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa saja spesitas respon Imun   secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari antigen detenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri Atas empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Jika komplek antigen Yang memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon humoral dan selular. Antibodi, disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang bersirkulasi  dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk melalui proliferasi dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin, Ig.G, terdiri dari dua rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatandisulfida dan tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain.

  1. D.        Terjadinya  respon imun dari tubuh.

 

    Kepekaan tubuh terhadap benda asing (antigen 0 akan menimbulkan reaksi tubuh yang dikenal sebagai Respon imun Respon imun ini mempunyai dampak positif terhadap, tubuh yaitu dengan timbulnya suatu proses imunisasi kekebalan tubuh terhadap antigen tersebut, dan dampak negatifnya berupa reaksi  hypersensitifitas. Hypersensitifitas merupakan reaksi yang berlebihan dari tubuh terhadap antigen dimana akan mengganggu fungsi sistem imun yang menimbulkan efek protektif yaitu merusak  jaringan. Proses kerusakan yang paling cepat terjadi berupa degranulasi sel danderifatnya (antara lain sel basofil, set Mast dan sel plasma) yang melepaskan mediator-mediatonya yaitu histamin, serotonin, bradikinin, SRS=A, lekotrin Eusinohil chemotactic Factor (ECF) dan sebagainya. Reaksi tubuh terhadap pelepasan mediator ini menimbulkan penyakit berupa asthma bronchial, rhinitis aIergika, urtikaria, diaree dan bisa menimbulkan shock. Secara lambat  akan terjadi reaksi kerusakan jaringan berupa sitolisis dari sel-sel darah merah sitotokis terhadap organ tubuh seperti ginjal (glomeruloneftitis), serum siknesdermatitis kontak, reaksi tuberculin dan sebagainya, rheumatoid arthritis. coom dan gell membagi 4 jenis sesitifitas, dimana dapat dilihat apa yang terjadi pada sel-sel leukosit. Pada type I (padareaksi anafilaktik) terjadi antigen bergabung dengan IgE (imunoglobin tipe E-antibodies tipe E) yang terikat pada mast sel -sel basofil dan sel plasma. Reaksi terhadap tubuh terjadi dalam beberapa menit. Pada type II (pada reaksi sititoksik) dimana antigen mengikat diri pada membran sel, yang pada penggabungan anti gen mengikat IgG atau IgM yang bebas dalam cairan tubuh akan menghancurkan sel yang mengikat anti gen tersebut. Reaksi ini terdapat pada tranfusi darah, anemia hemolitika.

Pada Type III ( reaksi artrhus ) merupakan reaksi anti gen dan antibody komplek dimana gen bergabung dengan IgG atau IgM menjadi suatu komplek, yang mengikat diri antara lain sel-sel ginjal, paru-paru dan sendi.

Terjadilah aktifitas dari komplemen (komplemen protein dalam darah) dan pelepasan zat-toksis. Ditemui pada glomerulo nephritis, serum scness, rheumatk arthritis. Type IV ( delayed ), antigen merupakan sel protein atau sel asing yang bereaksi dengan limfosit, limfosit melepaskan mediator aktif yaitu limfokin, terjadi reaksi pada kulit, reaksi pada tranplantasi, reaksi tuberculin dan dermatitis kontak. Imonopatogenesis. Pada Imunopatologi menjelaskan bahwa reaksi alergi diawali dengan tahap sensit, kemudian diikuti reaksi ale yang terlepas dari sel-sel mast (mastosit) dan atau sel basofil yang berkontak ulang dengan allergen spesifiknya. Saat ini lebih jelas terutama pada rhinitis alergika diketahui terdiri dari dua fase, berlangsung sampai satu jam setelah berkontak alergan kedua, reaksi alergis fase lambat  yang berlangsung sampai 24 jam bahkan sampai 48 jam kemudian,dengan puncak reaksi pada 4 – 8 jam pertama.

  1. E.         Tahap Sensitasi

     Pada awal reaksi alergis sebenarnya dimulai dengan respon pengenalan alergan/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit dan atau sel denritik. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji (antigen presenting cells, sel APC) dan berada dimukosa (dalam dimukosa hidung), antigen/allergen yang menempel pada permukaan mukosa ditangkap oleh sel APC, setelah melalui proses internal dalam sel APC, dari malergen tersebut terbentuk fragmen pendek peptida imunogenik, Frakmen ini bergabung

dengan molekul HLA = kelas II @B heterodimer dalam endoplasmic reticullum sel APC. Penggabungan yang terjadi akan membentuk komplek peptide-MHC-class II (mayor histocompatibility comlolex class II) yang kemudian dipresentasikan dipermukaan sel APC; kepada salah satu limfosit T yaitu Holper-T cell (klon T-CD4 +,dimana Tho), jika selanjutnya tho ini memiliki molekul reseptor spesifik terhadap molekul komplek peptide –MHC-II maka akan terjadi penggabungan kedua molekul tersebut. Akibat selanjutnya sel APC akan melepas sitokin Salah satunya Interkulin – I(IL-I),sitokin akan mempengaruhi limfosit jenis T-CD4 + (Tho) yang jika sinyal kostimulator (pro-inflamotori second Signal) induksinya cukup memadai, maka akan terjadi aktivasi dan proliferasi sel Tho menjadi Th2 dan Th1; sel ini akan memproduksi sitokin yang mempunyai spectrum luas sebagai molekul imunoregulator, antara lain interleukin-3 (IL-3), IL-4, IL-5 dan IL-13. Sitokin IL-4 dan IL-13 akan ditangkap resepiornya pada permukaan limfisit B istirahat (resting B sel), sehingga terjadi aktivasi limfosit B. Limfosit B ini memproduksi imunoglobulin E (IgE), sedangkan IL-13 dapat berperan sendiri dalam keadaan IL-4 rendah, sehingga molekul IgE akan melimpah dan berada di mukosa atau peredaran darah.

  1. F.          Reaksi Alergis

     Molekul IgE yang beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan akan ditangkap oleh reseptor IgE yang berada pada permukaan sel metacromatik  (mastosit atau sel basofil), sel ini menjadi aktif. Apabila dua light chain IgE berkonta dengan allergen spesifiknya maka akan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit/basofil dan akibainya terlepas mediator-mediator alergis. Reaksi alergis yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan reaksi alergi fase cepat (RAFC )yang mencapai puncaknya pada 15-20 menit pada paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepaskan molekul-molekul kemotaktik (penarik sel darah putih ke organ sasaran). Reaksi alergis fase cepat dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian (Kaliner 1987. Lichtenstein 1988). Tanda khas RAFL adalah terlihatnya pertambahanjenis dan jumlah sel-sel inflamasi yang berakumulasi (berkumpul) di jaringan sasaran.Sepanjang RAFL (creticos 1998) sel eosiinofil aktif akan melepas berbagai mediator, antara lain basic protein, leukotriens cytokines, Sedangkan basofil akan melepas histamin, leukotriens dan cytokines. Disamping itu berbagai sel mononuclear akan melepas histamin releasing factors (HRFs) Yang akan memacu mastosit dan basofil dan melepas histamin lebih banyak lagi.Sepanjang reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL) sel-sel inflamasi dilepaskan sebagai prodak protein yang merupakan hasil kenerja DNA sel-sel inflamasi tersebut yang dapat dibagi dalam tiga jenis. Mediator-mediator mastosit / basofil dan eosinofil, histamin, prostaglandin, Leukotrien, ECFA,(eosinofi chemotactic factorof anaphylactic) NCFA (Neutrophil chematactic factor of anaphylactic), dan kinin. Mediator yang berasal dari sel eosinofil. PAF,LTB4,C5a kemoaktraktan. LTC4 PAF, ECP;. Molekul-molekul sitokin inductor/stimulator/aktivalator RIA yang terdiri atas, IL-44 dan IL-33 yang mempengaruhi limfosit B dalam memproduksi IgE. IL-3 dan IL-4 mempengaruhi basofil memproduksi histamin. LTs dan sitokin-sitokin. IL-3 dan IL-5 mempengaruhi sel eosinofil dalam memproduksi protein-protein basa LTs dan sitokin. HRFs yang mempengaruhi mastosit dan basofil melepas histamin lebih banyak lagi. IL-4 mempengaruhi epitel, IL-13 mempengaruhii endotel dalam memproduksi VCAM (Vascular cell adhesion molecule). Molekul-molekul  interleukin-5) Fibronektin Molekul sitokin kemoaktraktan bagi sel eosinofil. IL-5 IL-3.GM=CSF,IL-8 Lain-lain Interaksi EOS aktif dan epitel mukosa hidung membentuk IL-8, RNTES dan GGM=CSF. Molekul-molekul protein utama produk sel-sel inflamasi, sel endotel dan mukosa yang berperan langsung menimbulkan alergi adalah antara lain; histamin,leukotrien, prostak landing, kinin, platelet e activating factor (PAF), sitokin dan kimokin. Histamin, dapat menggunakan H2 reseptor-mediated-antiinflmnatoriyactivity meliputi inhibisi penglepasan enzin lisosomal neutrfil, inhibisi pelepasan histamin dari leukosit perifer, dan aktivasi suppressor T-lymllocytes. Histamin menggunakan efeknya pada berbagai sel seperti sel oto polos, neuron, sel-sel kelenjar (endokrin dan Eksokrin, sel-sel darah, dan sel-sel sistem imun , Histamin merupakan vasodilator, konstruktor otot polos, stimulsn pennabilitas vaskuler yang kuat, stimulan sekresi kelenjar mukosa saluran nafas dansekresi kelenjar lambung. Leukotrien diproduksi oleh berbagai sel inflanlasi seperti mastosit basofil, eosinofil, neutrofil dan monosit.

Prostaglandin, berasal dari pecahan arachodonic acid membran sel yang paling banyak diproduksi oleh mastosit paru-paru PGD2. Seperti kita ketahui bahwa efek biologis dari prostaglandin adalah, memodulasi kontraksi otot polos, penurunan permeabbilitas vaskuler, rasa gatal dan nyeri, dan agregasi serta degranulasi platelet.(trombosit). Kinin merupakan hormon peptida yang kuat terbentuk de novo dalam cairan tubuh dan jaringan sepanjang inflamasi. Tiga jenis-jenis kinin yang penting dalam tubuh adalah bredykinin, kallilidin (Iysbradykinin) dan met-lys bradykinin. Pada reaksi inflamasi alergi dalam hidung kinin sangat banyak ditemukan. Platelet  activating factor (PAF) merupakan sebuah ether-linked phospholipid. PAF diproduksi oleh mastosit, macrofag dan eosinofil. Aktifitas biologisnya meliputi pletelet aktivasi neutrofil,dan kontraksi otot palos, PAF juga merangsang akumulasi eosinofil kepermukaan endothelium yang merupakan langkah awal pengerahan eosinofil kedalam jaringan. PAF memacu eosinofil untuk melepas berbagai protein basa yang menyebabkan peningkatan kerusakan mukosa (terutama oleh MBP) dan menyebabkan peningkatan ekspresi low-affiniti IgE reseptors pada eosinofil dan monosit. PAF banyak dibentuk oleh sel eosinofil yang dapat menarik sel eosinofil lainya memasuki jaringan. Sitikin (cytokine) memainkan peran yang penting sepanjang reaksi alergi fase lambat, mastosit adalah sumber dari sitokin multifungsi antara lain:

 1. Aktifitas sel-sel inflasi (makrofag, selT, sel B dan eosinofil) diatur oleh IL=1, IL-4, IL-5, IL-6, TNF- dan GM=CSF.

2. Pertumbuhan dan proliferasi sel B, dan pertumbuhan sel-T-helfer ditingkatkan oleh IL-1.

3. IL-2 memacu proliferasi limfosit T dan aktivasi Limfosit B

4. IL- menyebabkan diferensiasi limfosit B menjadi IgE sekresing plasmasel dan bersama TNF-@ meninkatkan pengaturan ekpresi high-dan low affinity IgE reseptor pada sel-sel APC.

5. IL-5 menyebabkan aktivasi limfosit B, diferensiasi dan pemanjangan umur.

Tes Sel Darah Putih

Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam tubuh kita.

  • Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah jumlah total sel darah putih atau leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah disebut leukopenia atau sitopenia mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
  • Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit.
  • Laju Endap Darah

(LED) atau Sed Rate mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah. LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi./ Demam tanpa Penyebab yang Jelas (Fever Without Source).

  • Ø  Pemeriksaan Tambahan

    Pada  pemeriksaan laboratorium rutin, umumnya ditemukan leukositosis (peningkatan jumlah leukosit dalam darah) pada infeksi bakteri. Leukosit  (sel darah  putih) normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma, atau dapat juga terjadi pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, atau pada orang tua, lemah atau dengan kegagalan sistem imun.

Lekosit adalah sel heteogen yang memiliki fungsi yang sangat beragam. Walaupun demikian, sel-sel ini berasal dari sattu sel bakal yang berdiferensiasi ( mengalami pematangan) sehingga fungsi-funsi tersebut dapat berjalan. Gambaran penyakit  berbagai gangguan sel darah putih bergantung pada precursor sel mana yang terlibat dan derajat diferensiasi sel. Secara alami spectrum gambaran klinis yang mungkin bamyak memoerlihatkan tumpang tindih karena sering melibatkan turunan sel yang sama, gejala-gejala awal, seperti kegagaan fungsi sumsum tulang yang menyebabkan anemia,infeksi dan pendarahan trombositopenik, mungkin serupa. Deeemikian juga , karena leukosit bermigrasi ke berbagai bagian tubuh, gambaran klinis penyakit dapat setempat, mengenai sistim organ spesifik,atau lebih mencerminkan penyakit yang difus. Penyakit leukosit dapat diklasifikasikan berdasarkan apakah penyakit tersebut bersifat klonal atau nonklonal. Gangguan klonal berasal dari satu sel prekrusor dengan semua sel yang terkena (progeni) memperlihatkan  gambaran turunan dari sel prekrusol. Penyakt yang tergolong dalam kategorii ini adalah gangguan mieloproliferatif akut dan kronis, dan mielodsplasia. Makrofag jaringan, walaupun sebenarnya dari sumsum tulang ikut serta dalam penyakit- penyakit nonhematologik seperti penakit penimbunan lemak dan karbohidrat, serta berpartisipasi dalam ganguan linforetikular, terutamama limfoma dan leukemia tertentu. Demikian juga ,limfosit dan sel plasma berperan penting dalam fungsi imunologik, dan sebahgian penyakit sel ini juga merupakan penyakit klonal. Kategori utama gangguan sel darah putih lain adalah penyakit nonklonal. Ini mencakup kelainan pengaturan pertumbuhan( neutropenia siklik dan konstitusional) ; reaksi lekemoid ( peningkatan respon proliferetif terhadap berbagai rangsangan), termasuk aplasia dan hipoplasia sumsum tulang dan gangguan  kualitatif leukosit yang ditanddai dengan defisiensi fungsi leukosit yang mengenai sel- yang telah berdiferensiasi. Gangguan fungsional leukosit sering dapat di identifikasi dengan pemeriksaan yang hanya tersedia di laboratorium khusus atau riset, tetapi penurunan kuantitatif populasi sel atau kelainan morfologik yang mencerminkan ekspansi klonal mudah diketahui denan pemeriksaan hematologic rutin. Pemeriksaan terhadap penanda  yang menidentifikasi asal sel atau apaka penyakit bersifat klonal atau tidak sekarang rutin dilakukan.

BAB Iv

HITUNG DARAH LENGKAP  (HDL)

4.1.Tes laboratorium

       Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlahnya dalam darah (misalnya jumlah sel per milimeter kubik) atau persentasenya. Semua sel darah dibuat di sumsum tulang. Beberapa obat dan penyakit dapat merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan putih.

    Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya, tes laboratorium akan memperlihatkan hasil tes yang berada di luar nilai normal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hasil tes laboratorium, Laporan hasil sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000. Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan satuan ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah 8.770. Sistem kekebalan tubuh merupakan bagian integral dari perlindungan manusia terhadap penyakit, tetapi mekanisme kekebalan pelindung biasanya kadang-kadang dapat menyebabkan reaksi merugikan tuan rumah. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas, dan studi ini disebut Immunopathology. Klasifikasi tradisional untuk reaksi hipersensitivitas  adalah  bahwa dari Gell dan Coombs dan saat ini yang paling sering disebut sistem klasifikasi. Ini membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 jenis berikut:

   * Tipe I reaksi (yaitu, langsung reaksi hipersensitivitas) melibatkan imunoglobulin E (IgE)-dimediasi pelepasan histamin dan mediator dari sel mast dan basofil.

   * Tipe II reaksi (yakni, reaksi hipersensitivitas sitotoksik) melibatkan Immunoglobulin G atau Immunoglobulin M antibodi terikat ke permukaan sel antigen, dengan fiksasi komplemen berikutnya.

 * Type III reaksi (yaitu, reaksi kompleks imun) melibatkan antigen-antibodi yang beredar kompleks imun yang deposit di postcapillary venula, dengan fiksasi komplemen berikutnya.

   * Type IV reaksi (yakni, reaksi hipersensitivitas tertunda, sel Kekebalan) dimediasi oleh sel T daripada oleh antibodi.

    Beberapa penulis percaya sistem klasifikasi ini mungkin terlalu umum dan nikmat yang lebih baru sistem klasifikasi yang diusulkan oleh Jual et al. Sistem ini membagi immunopathologic tanggapan ke 7 kategori berikut:

   * Inaktivasi / aktivasi reaksi antibodi

   * Cytolytic antibodi sitotoksik atau reaksi

   * Kekebalan-reaksi kompleks

   * Reaksi alergi

   * T-sel reaksi sitotoksik

   * Tertunda reaksi hipersensitivitas

   * Granulomatosa reaksi

Sistem ini account untuk fakta bahwa beberapa komponen dari sistem kekebalan tubuh dapat terlibat dalam berbagai jenis reaksi hipersensitivitas. Sebagai contoh, sel T berperan penting dalam patofisiologi reaksi alergi (lihat Patofisiologi). Selain itu, istilah hipersensitivitas langsung adalah sedikit dari keliru karena tidak memperhitungkan akhir fase reaksi atau untuk alergi peradangan kronis yang sering terjadi dengan jenis reaksi ini. Mewujudkan reaksi alergi klinis sebagai anafilaksis, alergi asma, urticaria, angioedema, alergi rhinitis, beberapa jenis obat reaksi, dan atopic dermatitis. Reaksi-reaksi ini cenderung ditengahi oleh IgE, yang membedakan mereka dari reaksi-reaksi yang melibatkan anaphylactoid IgE-sel mast independen dan basophil degranulation. Reaksi tersebut dapat disebabkan oleh iodinated radiocontrast pewarna, opiat, atau vankomisin dan muncul klinis serupa dengan mengakibatkan urticaria atau anafilaksis. Pasien cenderung IgE-mediated reaksi alergi dikatakan atopik. Atopi merupakan kecenderungan genetik untuk membuat antibodi IgE menanggapi alergi eksposur. Fokus dari artikel ini adalah reaksi alergi pada umumnya. Meskipun beberapa manifestasi klinis yang terdaftar secara singkat disebutkan sebelumnya, lihat artikel tentang topik ini untuk lebih detail. Sebagai contoh, lihat alergi dan Lingkungan Asma; Anafilaksis; Makanan Alergi, Rhinitis, alergi, dan urticaria.

4.2  Patofisiologi

       Reaksi hipersensitivitas segera ditengahi oleh IgE, tetapi sel T dan B memainkan peran penting dalam pengembangan antibodi ini. T helper (TH) sel, yang CD4 +, telah dibagi menjadi 2 kelas luas berdasarkan sitokin yang mereka hasilkan: TH1 dan TH2. Sel T regulatory (Tregs) adalah CD4 + CD25 + dan mungkin juga memainkan role. Sel TH1 menghasilkan interferon gamma, interleukin (IL) -2, dan tumor necrosis factor-beta dan mempromosikan diperantarai sel respon imun (misalnya, reaksi hipersensitivitas tertunda). TH2 sel, di sisi lain, menghasilkan IL-4 dan IL-13, yang kemudian bertindak atas sel B untuk mempromosikan produksi antigen-IgE spesifik. Oleh karena itu, sel-sel TH2 memainkan peran penting dalam pengembangan langsung reaksi hipersensitif, dan pasien yang atopik diperkirakan TH2 yang lebih tinggi-untuk-sel TH1 rasio. Menariknya, sitokin diproduksi oleh sel-sel TH1 (khususnya interferon gamma) tampaknya mengurangi produksi sel TH2. Sekarang bukti menunjukkan bahwa Tregs mungkin juga secara aktif menghambat TH2 responses to allergens. Reaksi alergi pertama memerlukan sensitisasi alergen tertentu dan genetik cenderung terjadi pada individu. Alergi entah yang terhirup atau tertelan dan kemudian diproses oleh sel dendritik, sebuah presentasi antigen-sel. Menyajikan antigen-sel kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening, di mana mereka naif TH perdana sel (sel TH0) yang beruang reseptor untuk antigen tertentu. Sel TH0 terdiferensiasi sel CD4 yang melepaskan kedua TH1 dan TH2 sitokin dan dapat berkembang menjadi jenis sel baik. Dalam kasus sensitisasi alergen, maka sel-sel TH0 dianggap terkena IL-4 (dari sumber yang belum teridentifikasi, tetapi termasuk pusat germinal-sel B) dan mungkin untuk memancing histamin-sel dendritik, yang keduanya menyebabkan mereka untuk mengembangkan ke dalam sel TH2. Sel TH2 prima ini kemudian melepaskan lebih IL-4 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 kemudian bertindak pada sel B untuk mempromosikan produksi antigen-antibodi IgE spesifik. Agar hal ini terjadi, sel B juga harus berikatan dengan alergen-alergen melalui reseptor spesifik. Mereka kemudian menginternalisasi dan memproses antigen dan menyerahkannya kepada sel TH2 di kelas II histocompatibility besar molekul yang ditemukan pada permukaan B-sel. Sel B juga harus mengikat sel TH2 dan melakukannya dengan mengikat dinyatakan CD40 pada permukaannya ke ligan CD40 pada permukaan sel TH2. IL-4 dan IL-13 yang dikeluarkan oleh sel-sel TH2 kemudian dapat bekerja pada sel B untuk mempromosikan kelas imunoglobulin M beralih dari produksi untuk antigen-produksi IgE spesifik. Antigen-antibodi IgE spesifik kemudian dapat mengikat reseptor afinitas tinggi terletak di permukaan sel mast dan basofil. Reexposure ke antigen kemudian dapat mengakibatkan mengikat antigen dan silang antibodi IgE yang terikat pada sel mast dan basofil. Hal ini menyebabkan pelepasan dan pembentukan mediator kimia dari sel-sel ini. Ini meliputi preformed mediator mediator, mediator yang baru disintesis, dan sitokin. Mediator utama dan fungsi mereka digambarkan sebagai berikut:

4.3  Preformed mediator

   * Histamin: mediator ini bekerja pada histamin 1 (H1) dan histamin 2 (H2) reseptor menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas dan saluran pencernaan, peningkatan vasopermeability dan vasodilasi, peningkatan produksi lendir, pruritus, kulit vasodilasi, dan sekresi asam lambung .

   * Tryptase: Tryptase adalah protease besar dilepaskan oleh sel mast; peran pastinya tidak pasti, tetapi dapat membelah C3 dan C3a. Tryptase ditemukan di semua sel mast manusia tetapi dalam beberapa sel-sel lain dan dengan demikian merupakan penanda baik aktivasi sel mast.

   * Proteoglikan: proteoglikan meliputi heparin dan kondroitin sulfat. Peran yang terakhir ini tidak diketahui; heparin tampaknya menjadi penting dalam menyimpan preformed protease dan mungkin memainkan peran dalam produksi alpha-tryptase.

   * Chemotactic faktor: Sebuah chemotactic eosinofilik faktor penyebab anafilaksis eosinophil chemotaxis; faktor peradangan hasil anafilaksis chemotaxis neutrofil. Eosinofil melepaskan dasar utama protein dan, bersama dengan aktivitas neutrofil, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan pada akhir fase reaksi alergi.

Baru dibentuk mediator

   * Metabolit asam arakidonat

         o Leukotrienes – Dihasilkan melalui jalur lipoxygenase

               + Leukotriene B4 – neutrofil chemotaxis dan aktivasi, augmentation permeabilitas vaskular

               + Leukotrienes C4 dan D4 – bronchoconstrictors kuat, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan menyebabkan penyempitan arteriolar

               + Leukotriene E4 – Meningkatkan bronkial responsif dan meningkatkan permeabilitas vaskular

               + Leukotrienes C4, D4, dan E4 – terdiri dari apa yang sebelumnya dikenal sebagai zat bereaksi lambat dari anafilaksis

         o produk cyclooxygenase

               + Prostaglandin D2 – Produser terutama oleh sel mast; bronchoconstrictor, vasodilator perifer, arteri koroner dan paru vasokonstriktor, inhibitor agregasi platelet, neutrofil chemoattractant, dan enhancer rilis histamin dari basofil

               + Prostaglandin F2-alpha – Bronchoconstrictor, peripheral vasodilator, vasokonstriktor koroner, dan agregasi platelet inhibitor

               + Tromboksan A2 – Penyebab vasokonstriksi, agregasi platelet, dan bronkokonstriksi

   * Platelet-activating factor (PAF): PAF disintesis dari membran fosfolipid melalui jalur yang berbeda dari asam arakidonat. It agregat platelet tetapi juga merupakan mediator yang sangat ampuh dalam reaksi alergi. Meningkatkan permeabilitas vaskular, penyebab bronkokonstriksi, dan menyebabkan chemotaxis dan degranulation dari eosinofil dan neutrofil.

   * Adenosin: Ini adalah bronchoconstrictor yang juga disebabkan potentiates IgE-sel mast melepaskan mediator.

   * Bradykinin: Kininogenase dilepaskan dari sel mast dapat bertindak berdasarkan kinins plasma untuk menghasilkan bradykinin. Bradykinin meningkatkan vasopermeability, vasodilasi, hipotensi, kontraksi otot polos, rasa sakit, dan aktivasi metabolit asam arakidonat. Namun, perannya dalam diperantarai IgE-reaksi alergi belum jelas ditunjukkan.

Sitokin

   * IL-4: IL-4 merangsang dan memelihara sel TH2 proliferasi dan switch sel B untuk sintesis IgE.

   * IL-5: sitokin ini adalah kunci dalam pematangan, chemotaxis, aktivasi, dan kelangsungan hidup eosinofil. IL-5 bilangan prima basofil untuk melepaskan histamin dan leukotriene.

   * IL-6: IL-6 mendorong produksi lendir.

   * IL-13: sitokin ini memiliki banyak pengaruh yang sama seperti IL-4.

   * Tumor necrosis factor-alpha: Ini mengaktifkan neutrofil, monosit meningkat chemotaxis, dan meningkatkan produksi sitokin lain oleh T sel.

Tindakan-tindakan di atas dapat menyebabkan variabel mediator respons klinis tergantung pada sistem organ yang terkena, sebagai berikut:

   * Urticaria / angioedema: Pers di atas mediator dalam lapisan dangkal dapat menyebabkan kulit pruritic wheals dengan eritema sekitarnya. Jika lebih lapisan dermis dan jaringan subkutan yang terlibat, angioedema hasil. Angioedema adalah pembengkakan pada daerah yang terkena, tetapi cenderung menyakitkan ketimbang pruritic.

   * Alergi rhinitis: Pers di atas mediator dalam saluran pernapasan bagian atas dapat menyebabkan bersin, gatal, hidung tersumbat, Rhinorrhea, dan gatal atau mata berair.

   * Alergi asma: Release mediator di atas di bagian bawah saluran pernafasan dapat menyebabkan bronkokonstriksi, produksi lendir, dan radang saluran udara, mengakibatkan dada sesak, sesak nafas, dan tersengal-sengal.

   * Anafilaksis: sistemik pelepasan mediator di atas mempengaruhi lebih dari satu sistem dan dikenal sebagai anafilaksis. Di samping gejala tersebut di atas, sistem GI juga dapat dipengaruhi dengan mual, kram perut, kembung, dan diare. Vasodilasi vasopermeability sistemik dan dapat menyebabkan hipotensi signifikan dan disebut sebagai shock anafilaksis. Anaphylactic shock adalah salah satu dari dua penyebab paling umum kematian di anafilaksis yang lainnya adalah pembengkakan tenggorokan dan sesak napas.

Reaksi alergi dapat terjadi sebagai reaksi langsung, akhir-fase reaksi, atau alergi peradangan kronis. Langsung atau reaksi fase akut terjadi dalam beberapa detik untuk menit setelah pajanan alergi. Beberapa mediator yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil dan neutrofil eosinophil menyebabkan chemotaxis. Menarik eosinofil dan limfosit penduduk diaktifkan oleh mediator sel mast. Ini dan sel-sel lain (misalnya, monosit, sel T) yang diyakini menyebabkan akhir-fase reaksi yang dapat terjadi beberapa jam setelah pemaparan antigen dan setelah tanda-tanda atau gejala dari reaksi fase akut telah teratasi. Tanda-tanda dan gejala akhir fase reaksi dapat mencakup kemerahan dan pembengkakan kulit, nasal discharge, penyempitan saluran napas, bersin, batuk, dan mengi. Efek ini dapat berlangsung beberapa jam dan biasanya diselesaikan dalam waktu 24-48 jam.

Akhirnya, kontinyu atau berulang paparan ke alergen (misalnya, kucing-pasien yang memiliki alergi terhadap kucing) dapat mengakibatkan alergi peradangan kronis. Situs jaringan dari alergi peradangan kronis mengandung eosinofil dan sel T (terutama sel TH2). Eosinofil dapat melepaskan banyak mediator (misalnya, protein dasar utama), yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan dengan demikian meningkatkan peradangan. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada jaringan yang terkena. Lebih jauh lagi, tantangan alergen berulang dapat mengakibatkan peningkatan kadar antigen-IgE spesifik, yang akhirnya dapat menyebabkan pelepasan lebih lanjut IL-4 dan IL-13, sehingga meningkatkan kecenderungan untuk TH2 sel / IgE-mediated tanggapan.FrekuensiAmerika Serikat

  * Prevalensi penyakit atopik telah meningkat secara signifikan di tahun 1980-an dan 1990-an di masyarakat industri.

   * Alergi rhinitis adalah penyakit alergi yang paling umum; itu mempengaruhi sekitar 17-22% atau lebih dari populasi.

   * Asma diperkirakan untuk mempengaruhi lebih dari 20 juta orang. Sembilan puluh persen kasus asma pada anak-anak diperkirakan alergi, dibandingkan dengan 50-70% pada orang dewasa.

  • lebih rendah mengembangkan penyakit atopik.
  • Temuan ini telah mengarah pada kebersihan hipotesis, yang menyatakan bahwa paparan awal agen infeksi membantu sistem kekebalan langsung menuju sel-dominan TH1 respons yang, pada gilirannya, menghambat produksi sel-sel TH2. Sebuah respon TH1 tidak menyebabkan alergi, sementara yang bersih, lingkungan yang lebih higienis dapat menyebabkan TH2 keunggulan dan lebih alergi.

.

Usia

   * Secara umum, gejala rhinitis alergi (dan reaktifitas tes kulit) cenderung berkurang dengan bertambahnya usia.

   * Food alergi dan anafilaksis berikutnya lebih umum pada anak-anak. Beberapa anak mungkin mengatasi alergi mereka terhadap makanan tertentu, atau reaksi mereka dapat berkurang dari waktu ke waktu. Namun, anafilaksis dari makanan dan memicu lainnya masih merupakan ancaman pada orang dewasa. Makanan alergi, seperti alergi terhadap kacang, bisa berlangsung seumur hidup.

   * Childhood asma adalah lebih umum di anak laki-laki dan sering bisa menyelesaikan dengan dewasa. Namun, perempuan cenderung menderita asma di kemudian hari (mulai pada masa remaja) dan dapat juga memiliki asma yang lebih parah.

Sejarah Klinis

Temuan sejarah yang bervariasi tergantung pada sistem organ yang terpengaruh.

  • Anaphylaxis
  • Pasien dapat melaporkan pusing, pingsan, diaphoresis, dan pruritus. Kesulitan bernapas dapat hasil dari faring angioedema dari jaringan dan dari bronkokonstriksi. Pasien mungkin juga melaporkan gejala GI, termasuk mual, muntah, diare, dan kram perut. Pasien mungkin mengalami kram rahim atau kencing mendesak. Pasien bisa tiba-tiba mengalami pernapasan dan / atau peredaran darah dan masuk ke shock anafilaksis.
  • Gejala biasanya dimulai dalam beberapa menit dari paparan alergen (misalnya, administrasi obat, sengatan serangga, makanan penelanan, alergi immunotherapy) tetapi dapat kambuh jam setelah pemaparan awal (fase akhir-reaksi).
  • Pasien mungkin tidak dapat mengidentifikasi penyebab alergi entah karena mereka tidak mengetahui alergi (misalnya, reaksi pertama sengatan serangga) atau karena mereka tidak mengetahui paparan alergen (misalnya, seorang pasien yang alergi terhadap kacang yang makan olahan makanan yang mengandung protein kacang tanah).
  • Perhatian khusus harus diberikan untuk baru atau baru saja mengubah obat-obatan. Sejarah spesifik untuk sengatan serangga atau eksposur lingkungan baru harus diperoleh. Jika berlaku, sejarah makanan juga harus diperoleh.
    • Alergi rhinoconjunctivitis
    • Gejala terdiri dari gatal, pilek dan mata dan gatal-gatal dari langit-langit dan telinga. Pasien mungkin juga melaporkan postnasal drip, yang dapat menyebabkan sakit tenggorokan, batuk, atau tenggorokan kliring.
    • Rhinoconjunctivitis biasanya hasil dari paparan aeroallergens dan dapat musiman atau abadi. Alergi udara biasanya juga menyebabkan gejala okular yang terdiri dari mata gatal, merobek, atau mata merah.

         o berulang eksposur terhadap allergen dapat mengakibatkan alergi peradangan kronis, yang menyebabkan hidung tersumbat yang kronis dapat lebih rumit oleh sinusitis.

  • Alergi asma
  • allergen hasil pemaparan di bronkokonstriksi, dan pasien dapat melaporkan sesak napas (misalnya, kesulitan mendapatkan udara keluar), mengi, batuk, dan / atau dada sesak.
  • alergi jangka panjang eksposur perubahan kronis dapat menyebabkan meningkatnya kesulitan bernapas dan dada sesak, dan pasien dapat memberikan sejarah penyelamatan inhaler ulang menggunakan atau mengurangi aliran puncak.
    • Urticaria / angioedema
    • baur gatal-gatal atau wheals dapat terjadi dan menyebabkan pruritus signifikan; wheals individu menyelesaikan setelah menit ke jam, tetapi dapat terus wheals baru terbentuk.
    • akut urticaria (bertahan <6 wk) dapat disebabkan oleh makanan, obat-obatan, atau hubungi alergen.
    • urticaria kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Walaupun banyak penyebab yang mungkin, sering kali, penyebab tidak ditemukan.
    • angioedema adalah pembengkakan jaringan lokal yang dapat terjadi di jaringan lunak seluruh tubuh. Pasien dapat melaporkan nyeri pada situs pembengkakan bukan pruritus, yang terjadi dengan urticaria.
    • angioedema dari laryngopharynx dapat menghalangi jalan napas, dan pasien dapat melaporkan kesulitan bernapas. Stridor atau suara serak mungkin ada. Angioedema dari laryngopharynx dapat mengancam kehidupan.
      • Atopic dermatitis
      • Kondisi ini merupakan kutaneus eczematous letusan lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa; dapat diperburuk oleh paparan alergi, terutama alergi makanan, di beberapa pasien.
      • Pasien melaporkan pruritus signifikan yang menyebabkan menggaruk, yang menghasilkan lesi. Superinfection dapat terjadi, terutama di excoriated parah atau retak lesi.
        • GI keterlibatan
        • Pasien dapat melaporkan mual, muntah, kram perut, dan diare setelah menelan makanan yang mengganggu.
        • Perhatikan bahwa mekanisme lain (misalnya, laktosa intoleransi) sering menyebabkan gejala-gejala ini.
        • eosinofilik esofagitis dan gastritis yang baru diakui sindrom yang mungkin alergi di alam.

v  Fisik

Temuan pemeriksaan fisik berbeda dengan sistem organ yang terlibat.

  • Anaphylaxis

       tanda-tanda vital harus dipantau dengan cermat karena pasien dapat dengan cepat berkembang menjadi peredaran darah dan / atau kegagalan pernafasan. Tachycardia bisa mendahului hipotensi. Hypotensive pasien yang memiliki refleks takikardia, tetapi Bradycardia dapat juga terjadi pada 5%. Pembilasan dan tachycardia biasanya pertama dan merupakan gejala invarian anafilaksis.

v  Pasien mungkin memiliki urticaria, angioedema, atau keduanya. Angioedema jalan napas dan tenggorokan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan atau sesak napas, karena itu, ini harus diawasi secara ketat.

v   Pasien bisa mengi pernapasan selama pemeriksaan, yang sekunder untuk bronkokonstriksi.

v   bingung dan perubahan status mental dapat terjadi.

  • Alergi rhinoconjunctivitis
  • Pasien mungkin bersin atau tenggorokan sering kliring dan / atau batuk dari postnasal drip.
  •  mungkin Sclera disuntikkan, dan pasien mungkin memiliki lingkaran hitam di bawah mata (yaitu, alergi shiners).
  •  mukosa hidung dapat berlumpur dan pucat, biasanya dengan drainase yang jelas.
  • faring mungkin memiliki penampilan batu besar dari lendir postnasal drainase.
  • Pasien mungkin memiliki sinus frontal atau berkenaan dgn rahang atas kelembutan dari hidung kronis atau infeksi.
  • Alergi asma
  • Temuan dapat bervariasi tergantung pada pasien dan beratnya gejala. Pasien mungkin akan muncul batuk atau sesak napas. Terengah-engah mungkin ada, tapi mungkin tidak akan terdengar pada pasien dengan gejala ringan atau, jika asma parah, pasien mungkin tidak bergerak cukup udara untuk menghasilkan tersengal-sengal.
  • napas mungkin dangkal atau pasien mungkin memiliki fase ekspirasi yang berkepanjangan.
  • Cyanosis dari bibir, jari, atau kaki dapat terjadi dengan asma parah yang disebabkan oleh hypoxemia.
    • Urticaria / angioedema
    • urticaria biasanya diwakili oleh wheals dengan eritema sekitarnya. Wheals dari menyebabkan alergi biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Wheals akibat vaskulitis kulit dapat berlangsung sampai 24 jam dan dapat meninggalkan postinflammatory hiperpigmentasi pada penyembuhan.
    • angioedema adalah pembengkakan lokal jaringan lunak yang dapat terjadi di mana saja tetapi terutama mengenai jika faring atau laring jaringan yang terlibat.
      • Atopic dermatitis
      • temuan pemeriksaan fisik dapat bervariasi tergantung pada keparahan penyakit. Dalam waktu kurang kasus yang parah, kulit bisa tampak normal, kering, atau dengan erythematous papula. Dalam kasus yang lebih parah, pasien dapat memiliki sangat kering, pecah-pecah, dan, kadang-kadang, berkulit lesi.
      • Pada bayi, kepala dan ekstensor permukaan lebih terlibat, sedangkan pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua, permukaan yang lentur cenderung akan terpengaruh.

v  Penyebab

Atopi didefinisikan sebagai predisposisi genetik untuk membentuk antibodi IgE dalam menanggapi paparan alergen. Oleh karena itu, ada kecenderungan genetik untuk pengembangan penyakit atopik. Mutasi alel tertentu pada lengan panjang kromosom 5 telah dikaitkan dengan tingkat lebih tinggi dari IL-4 dan IgE dan dikenal sebagai promotor IL-4 polimorfisme. Gangguan fungsi sel-sel Treg mungkin juga berkontribusi terhadap perkembangan penyakit atopik.

Isu lingkungan juga memainkan peranan penting, meskipun peran eksposur pada usia dini untuk antigen tertentu mungkin bermain baik dalam perkembangan atau perlindungan dari pengembangan respons alergi masih belum jelas. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak di tempat penitipan anak dan mereka dengan saudara yang lebih tua mungkin kurang mungkin mengembangkan penyakit alergi. Lingkungan tentu dapat membantu menentukan alergen mana pasien akan terkena. Sebagai contoh, anak-anak di pusat kota lebih cenderung peka terhadap kecoak daripada anak-anak di daerah pedesaan. Demikian pula, debu tungau, alergen yang potensial, yang terutama ditemukan di iklim lembab, dan mereka yang belum pernah terkena seperti iklim cenderung tidak alergi terhadap tungau.

   * Reaksi alergi

  • Reaksi dapat diperoleh oleh berbagai aeroallergens (misalnya, serbuk sari, ketombe binatang), obat-obatan, atau sengatan serangga.
  • lain yang mungkin penyebab alergi lateks dan alergi makanan.

   * Alergen

  • Alergen dapat menyelesaikan protein antigen atau rendah protein dengan berat molekul yang mampu memunculkan sebuah respon IgE.
  • Pollen dan serpihan kulit binatang merupakan antigen protein lengkap.
  • Haptens-molekul rendah-berat (anorganik) antigen yang tidak mampu memunculkan respons alergi sendiri. Mereka harus mengikat protein serum atau jaringan dalam rangka untuk memperoleh tanggapan. Ini adalah penyebab khas reaksi hipersensitivitas obat. Perhatikan bahwa semua reaksi hipersensitivitas obat tidak ditengahi oleh IgE. Selain anaphylactoid reaksi, reaksi obat dapat disebabkan oleh cytotoxicity dan pembentukan kompleks imun dan mekanisme immunopathologic lain.

   * Makanan

  • penyebab alergi makanan yang paling umum adalah kacang tanah, pohon kacang-kacangan, bersirip ikan, kerang, telur, susu, kedelai, dan gandum.
  • makanan tertentu dapat silang bereaksi dengan alergen lateks. Makanan ini termasuk pisang, kiwi, cokelat, alpukat, nanas, markisa, aprikot, dan anggur.

   * Hymenoptera

  • Bee, tawon, jaket kuning, lebah, dan semut api sengatan dapat menyebabkan reaksi IgE-mediated.
  • Sementara anafilaksis merupakan reaksi paling serius, pembengkakan dan inflamasi lokal juga dapat terjadi dan tidak dengan sendirinya menunjukkan meningkatnya risiko kehidupan berikutnya reaksi mengancam.
  • Setidaknya 50 orang Amerika meninggal setiap tahun dari anafilaksis yang disebabkan oleh serangga menyengat.

   * Anaphylactoid reaksi

  • Non-dimediasi IgE-sel mast dan basophil degranulation dapat terjadi dari berbagai zat. Meskipun mekanisme yang berbeda, manifestasi klinis yang sama dapat muncul.
  • Penyebab dapat mencakup radiocontrast pewarna, opiat, dan vankomisin (misalnya, manusia merah sindrom).
  • Pasien dapat pretreated dengan glucocorticosteroids dan baik antihistamin H1 dan H2 sebelum terkena iodinated radiocontrast pewarna. Ini, bersama dengan penggunaan rendah osmolal nonionic pewarna, mengurangi risiko reaksi ulang sekitar 1%.
  • Aspirin dan non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat juga menyebabkan reaksi dengan menyebabkan pelepasan leukotrienes melalui jalur 5-lipoxygenase dari metabolisme asam arakidonat. Pasien yang rentan terhadap sindrom ini dapat mengembangkan asma eksaserbasi akut, hidung, urticaria, atau angioedema setelah konsumsi. Namun, perlu diketahui bahwa dalam kasus yang jarang terjadi, pasien dapat memiliki apa yang dianggap benar diperantarai IgE-reaksi anafilaksis OAINS tertentu. Dalam kasus ini, tidak ada terjadi reaktifitas silang dengan NSAID lainn

PENUTUP

Kesimpulan

 Dari pembahasan diatas tadi, ddapat ditarik kesimpulan bahwa:

  1. Darah terdiri dari bagian cair dan bagian padat, bagin cair berupa plasma darah dan serum. Sedangkan  bagian padatnya berupa eritrosi,leukosit dan trombosit.
  2. Funsi utama darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh sedangkan fungsi sel darah putih adalah sebagai sel fagosit dan sebagai sel imunosit. Leukosit juga sering disebut sebagai sel pembrantas bakteri karna fungsinya sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri pembawa penyakit yang masuk ketubuh kita.
  3.  Nilai normal dari leukosit yaitu 4000-1000/mm3  darah. Adapun kandungan basofil yang terdapat dalam darah adalah  basofil 0-1%, eusinofil 1-3%, netrofil batang/stab 2-6%, netrofil segment 50-70%, limfosit 20-40% dan monosit 2-8%. Jika kadar leukosit dalam darah meningkat maka seseorang akan menderita penyakit leukemia yang salah satu penyebabnya adalah tingginya kadar leukosit. Sedangkan jika kekurangan maka daya tahan tubuhnya akan menurun atau disebut leucopenia.

Leukosit dan turunannya merupakan sel dan struktur dalam tubuh manusia. Yang  didistribusikan keseluruh tubuh dengan fungsi utamanya melindungi organism terhadap invasi dan pengrusakan oleh mikro organisme dan benda asing lainnya. Sel-sel limfosit ini, mempunyai kemampuan untuk membedakan dirinya sendiri (makromolekuler organisme sendiri) dari yang bukan diri sendiri (benda asing) dan mengatur penghancuran dan inaktivasi dari benda asing yang mungkin merupakan molekul yang terisolasi atau bagian dari mikro organisme Semua leukosit  berasal  dari sum-sum tulang. Kemudian mengalami kematangan pada organ limfoid lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ronald A. Sacher,Richard A. Mcpherson. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Penerbit buku kedokteran. Jakarta. 2007.
  2. (http://www. Wanna sheare_apm.html.Penyakit sel darah putih.
  3. Ayisetia budy.2009. komposisi darah.
  4. Adibah.2009.fungsi sel darah putih
  5. Gandasoebrata,R. penuntun laboratorium klinik. Jakarta: dian rakyat, 1967.
Tinggalkan komentar »

PENGERTIAN DARAH DAN BAGIANNYA

PENGERTIAN DARAH DAN BAGIN” DARAH

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon diogsida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di ambil dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh. Vikositas/ kekentalan darah lebih kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,065, temperatur 380C, dan PH 7,37-7,45.

Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah beredar dalam pembuluh maka darah akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat anti- pembekuan/ sitrus natrikus. Dan keadaan ini akan sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah.

Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung, atau pembuluh darah.

A. Fungsi Darah

a. Sebagai alat pengangkut yaitu:

  • Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
  • Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
  • Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan/ alat tubuh.
  • Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.

b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi/ zat–zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

B. Kandungan Darah

Kandungan dalam darah:

  • Air    : 91%
  • Protein    : 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinigen)
  • Mineral    : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium, dan zat besi).
  • Bahan organik    : 0,1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino).

C. Bagian- bagian Darah

C.a. Sel-Sel Darah

1. Sel darah merah (Eritrosit)



Sel darah merah (eritrosit) bentuknya seperti cakram/ bikonkaf dan tidak mempunyai inti. Ukuran diameter kira-kira 7,7 unit (0,007 mm), tidak dapat bergerak. Banyaknya kira–kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2 juta). Warnanya kuning kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen.

Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen dari paru–paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb + karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida tersebut akan dikeluarkan di paru-paru.

Sel darah merah (eritrosit) diproduksi di dalam sumsum tulang merah, limpa dan hati. Proses pembentukannya dalam sumsum tulang melalui beberapa tahap. Mula-mula besar dan berisi nukleus dan tidak berisi hemoglobin kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan siap diedarkan dalam sirkulasi darah yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama kebih kurang 114 – 115 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk membuat eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrisit yang berguna untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida.

Jumlah normal pada orang dewasa kira- kira 11,5 – 15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terdiri dari asam amino dan memerlukan pula zat besi, sehingga diperlukan diit seimbang zat besi.

Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya disebabkan oleh perdarahaan yang hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat pembuatan eritrosit terganggu.

2. Sel darah putih (Leukosit)

Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit apabila kita lihat di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam- macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna), banyaknya dalam 1 mm3 darah kira-kira 6000-9000.

Fungsinya sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut yaitu mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.

Sel leukosit disamping berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6000 disebut leukopenia.

Macam- macam leukosit meliputi:

a. Agranulosit

Sel leukosit yang tidak mempunyai granula didalamnya, yang terdiri dari:

  • Limposit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya besar, banyaknya kira- kira 20%-15% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jarigan tubuh.
  • Monosit. Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat dan panjang, warnanya lembayung muda.

b. Granulosit

Disebut juga leukosit granular terdiri dari:
– Neutrofil

Atau disebut juga polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / glandula, banyaknya 60%-50%.
– Eusinofil

Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dan sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
– Basofil

Sel ini kecil dari eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya setengah bagian dari sumsum merah, fungsinya tidak diketahui.

3. Sel Pembeku (Trombosit)

Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3.

Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus- menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.

Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan mengeluarkan zat yang dinamakan trombokinase. Trombokinasi ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin di buat didalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah.

C.b. Plasma Darah

Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari berat badan, merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah juga sebagai media transportasi bahan organik dan anorganik dari suatu jaringan atau organ.
Pada penyakit ginjal plasma albumin turun sehingga terdapat kebocoran albumin yang besar melalui glomerulus ginjal. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, di samping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya.

 

 

 

1 Komentar »

HITUNG DARAH LENGKAP

Hitung Darah Lengkap (HDL)

Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlahnya dalam darah (misalnya jumlah sel per milimeter kubik) atau persentasenya. Tes laboratorium lain dibahas pada Lembaran Informasi (LI) 122 dan 123.

Semua sel darah dibuat di sumsum tulang. Beberapa obat dan penyakit dapat merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan putih.

Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya, tes laboratorium akan memperlihatkan hasil tes yang berada di luar nilai normal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hasil tes laboratorium, lihat LI 120.

Laporan hasil sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000. Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan satuan ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah 8.770.

Tes Sel Darah Merah

Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga macam tes. Hitung Sel Darah Merah (red blood cell count/RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah; hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain; dan hematokrit(Ht atau HCT) yang mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume darah.

Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi kekurangan oksigen.

Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya anemia, yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungsi secara normal. Jika kita anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat pucat. Tentang kelelahan, lihat LI 551 dan anemia, LI 552.

Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis. VER yang besar dapat disebabkan oleh obat antiretroviral (ARV), terutama AZT dan d4T. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.

Sementara VER mengukur ukuran rata-rata sel darah merah, Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur kisaran ukuran sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin.

Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total.

Trombosit atau platelet berfungsi membantu menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan dan keropeng. Jika trombosit kita kurang, kita mudah mengalami perdarahan atau memar. Orang terinfeksi HIV kadang trombositnya rendah (disebut trombositopenia). Obat antiretroviral (ARV) dapat mengatasi keadaan ini. Jumlah trombosit hampir tidak pernah menjadi begitu tinggi sehingga mempengaruhi kesehatan.

Tes Sel Darah Putih

Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam tubuh kita.

Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah jumlah total sel darah putih atau leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah disebut leukopenia atau sitopenia mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit.

Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya 55-70% jumlah leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut, beberapa jenis yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT (semacam ARV; lihat LI 411) dapat menyebabkan neutropenia.

Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan dibunuh oleh HIV (lihat LI 124). Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan sekaligus.

Monosit atau makrofag mencakup 2-8% leukosit. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Eosinofil biasanya 1-3% leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.

Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1% leukosit.

Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648.

Laju Endap Darah (LED) atau Sed Rate mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah. LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi.

/ Demam tanpa Penyebab yang Jelas (Fever Without Source)

Demam tanpa Penyebab yang Jelas (Fever Without Source)

Demam tanpa Penyebab yang Jelas/ (Fever Without Source/FWS)

Demam adalah salah satu gejala paling umum yang menyebabkan anak dibawa ke dokter (19%-30% alasan kunjungan).1 Definisi demam di sini adalah suhu rektal ≥ 380C pada bayi (anak ≤ 1 tahun).2,3 Sedang pada anak ≥ 1 tahun definisinya adalah suhu rektal ≥ 38,40C atau oral (mulut) ≥ 37,80C.3

5%-20% anak yang mengalami demam tidak memiliki sumber infeksi yang jelas, bahkan setelah riwayat penyakit diteliti dan pemeriksaan fisik dilakukan.1,4 Dari 20% ini, sebagian besar terkait dengan infeksi virus yang akan sembuh dengan sendirinya.1,3,4 Sebab penting lainnya pada usia di bawah 2 tahun adalah ISK (3%-4% pada anak laki-laki dan 8%-9% pada anak perempuan).

Namun pada sebagian kecil anak, demam tanpa penyebab yang jelas (FWS) mungkin didasari adanya bakteri dalam peredaran darahnya yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan infeksi bakteri yang berat seperti pneumonia (infeksi pada paru-paru), osteomyelitis (infeksi pada tulang) dan meningitis (infeksi pada selaput otak).2,3,4 Karena itu penanganan FWS sangat penting untuk diketahui, terutama untuk anak di bawah 3 tahun di mana hal ini cukup sering ditemui.

Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik

Yang paling penting dilakukan dalam menangani FWS adalah mengenali apakah anak tampak baik-baik saja, sakit, atau toksik.5 Yang dimaksud dengan toksik adalah kondisi pucat atau kebiruan, dengan napas dan denyut nadi yang cepat, sulit ditenangkan, dan letargi (keadaan di mana anak tidak dapat berinteraksi dengan orang atau benda di sekelilingnya, tidak mengenali orang tua, atau menurun drastisnya kontak mata).2,6

Anak yang tampak baik-baik saja hanya memiliki < 3% kemungkinan infeksi bakteri berat. Anak yang tampak sakit memiliki 26% kemungkinan, dan anak yang tampak toksik memiliki 92% kemungkinan infeksi bakteri berat.5

Gejala atau tanda yang dapat menunjukkan penyebab tertentu demam harus diteliti. Misalnya riwayat anak menarik-narik telinganya (otitis media), batuk (masalah saluran pernapasan), muntah/diare (masalah saluran cerna), atau menangis saat buang air kecil (ISK).5

Selain itu riwayat kesehatan anak juga harus diperhatikan, misalnya hal-hal sebagai berikut:

  • Anak dengan penyakit kronis yang menurunkan sistem kekebalan tubuh (seperti leukemia, HIV, diabetes, atau kelainan jantung bawaan) membutuhkan penanganan FWS yang lebih agresif.2
  • Anak yang baru saja menggunakan antibiotik juga membutuhkan penanganan lebih agresif karena anak-anak ini cenderung tidak tampak sakit.
  • Satu lagi yang harus diperhatikan adalah apakah anak tersebut menjalani hari-harinya di penitipan anak (day care). Anak-anak yang dititipkan di day care dan sering mengalami otitis media memiliki risiko lebih besar untuk mengalami pneumonia.

Penanganan

Dasar penanganan yang paling penting adalah apakah anak tampak toksik atau tidak.

Semua anak ≤ 3 tahun yang tampak toksik harus menjalani pemeriksaan di rumah sakit untuk meneliti kemungkinan sepsis (bakteri dalam peredaran darah) atau meningitis.6

Penanganan dengan FWS yang tidak tampak toksik dibagi menjadi 3 berdasar kelompok usia: < 28 hari, 28-90 hari, dan 3-36 bulan.

  • Bayi < 28 hari

Pada kelompok usia ini, semua yang mengalami demam harus menjalani evaluasi di rumah sakit.6 Pemeriksaan yang dilakukan adalah:3

ü        Hitung darah (eritrosit/darah merah, leukosit/darah putih dan jenis-jenisnya, platelet)

ü        Kultur darah

ü        Pemeriksaan dan kultur urin (melalui kateter atau pungsi suprapubik)

ü        Pungsi lumbar untuk analisis dan kultur cairan serebrospinal (dari tulang belakang)

ü        Kultur dan pemeriksaan feses

ü        X-ray dada

Selain itu juga diberikan antibiotik.

Akhir-akhir ini banyak ahli yang menyarankan agar pemberian antibiotik dan perawatan di rumah sakit dilakukan hanya pada bayi dengan FWS yang berusia < 7 hari.3,6 Sedang pada bayi antara 7-28 hari yang memenuhi kriteria risiko rendah untuk infeksi bakteri berat, penanganan dapat dilakukan dengan pemeriksaan di atas tanpa diikuti pemberian antibiotik. Bayi diobservasi hingga hasil pemeriksaan di atas diperoleh. Jika kultur bakteri negatif, maka bayi tidak memerlukan antibiotik dan dapat diobservasi di rumah dengan catatan:

ü        Orang tua dapat mengobservasi bayi dengan cermat

ü        Terdapat akses yang mudah untuk memperoleh pelayanan medis

ü        Dan terjaminnya follow-up si bayi

Yang termasuk dalam kriteria risiko rendah adalah sebagai berikut:2,6

Kriteria Rochester untuk Mengidentifikasi Risiko Rendah Infeksi Bakteri Berat pada Bayi Berusia < 90 Hari dengan FWS:

ü        Bayi tampak baik-baik saja

ü        Bayi sebelumnya selalu dalam keadaan sehat:

  • Lahir cukup bulan (≥ 37 minggu kehamilan)
  • Tidak ada riwayat pemberian antibiotik sebelum, saat, dan setelah kelahiran
  • Tidak ada riwayat pengobatan hiperbilirubinemia (kuning/jaundice) tanpa sebab
  • Tidak ada riwayat perawatan di rumah sakit
  • Tidak ada penyakit kronis atau kongenital
  • Tidak dirawat di rumah sakit lebih lama dari ibu

ü        Tidak ada bukti infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga

ü        Hasil laboratorium:

  • Sel darah putih 5,000-15,000 per mm3
  • Hitung sel batang (salah satu jenis sel darah putih) 1,500 per mm3
  • ≤10 sel darah putih per lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan urin mikroskopis
  • ≤ 5 sel darah putih per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis bayi dengan diare

Antibiotik yang digunakan untuk kelompok usia ini adalah:3

ü        Ampicillin100-200 mg/kg/hari intravena dalam dosis yang dibagi setiap 6 jam dan gentamicin 7.5 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam

ü        Atau ceftriaxone, 50 mg/kg/hari dalam 1 dosis

ü        Atau cefotaxime,150 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam

  • Bayi 28-90 hari

Pada kelompok usia ini, bayi juga dikelompokkan dalam risiko rendah atau risiko tinggi dengan Kriteria Rochester di atas. Jika bayi memiliki risiko tinggi, maka selain dilakukan pemeriksaan lengkap, juga diberikan antibiotik.2

Jika bayi masuk dalam kategori risiko rendah, maka ada 2 pilihan. Yang pertama adalah melakukan kultur darah, urin, pungsi lumbar, dan pemberian antibiotik di rumah sakit. Pilihan kedua adalah melakukan kultur urin dan observasi tanpa pemberian antibiotik, kecuali jika hasil kultur diketahui positif. Apapun pilihan yang diambil, evaluasi follow-up harus dilakukan dalam waktu 24-48 jam.2,3 Keputusan untuk melakukan observasi di rumah atau rumah sakit kembali lagi pada kemampuan orang tua melakukan observasi dengan cermat, kemudahan akses pelayanan kesehatan, dan terjaminnya follow-up.

Antibiotik yang dipilih sama dengan kelompok usia < 28 hari.3

  • Anak 3-36 bulan

Pada kelompok usia ini, yang pertama dilakukan adalah mengelompokkan apakah demam si anak < 390C atau ≥ 390C.2,3,6

ü        Demam < 390C

Yang harus dilakukan adalah pengambilan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencoba mencari penyebab demam.2 Umumnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemberian antibiotik jika anak tampak baik-baik saja, cukup diberikan antipiretik. Namun orang tua atau caregiver harus membawa anak kembali jika demam terus berlanjut dalam 2-3 hari atau jika kondisi anak memburuk.

ü        Demam ≥ 390C

Rekomendasi terbaru untuk kelompok ini adalah:2,3,6

  • Kultur urin pada semua anak < 2 tahun yang diresepkan antibiotik
  • X-ray dada pada anak dengan sesak napas, laju napas yang cepat, ronkhi (bunyi tidak normal saat diperiksa dengan stetoskop), bunyi napas yang menurun, atau saturasi oksigen (dengan oksimeter) < 95%. Juga pada anak tanpa gejala tersebut yang memiliki leukosit > 20.000/mm3
  • Kultur feses jika ada lendir atau darah pada feses, atau ada > 5 leukosit per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis
  • Kultur darah

Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama adalah melakukan kultur darah pada semua anak dengan demam ≥ 390C. Pendapat kedua adalah melakukannya hanya pada anak dengan demam ≥ 390C dan leukosit > 15.000/mm3. Pendapat ketiga melakukannya hanya pada anak dengan demam ≥ 390C dan leukosit > 18.000/mm3. Sedangkan pendapat yang cukup baru menekankan pada jumlah neutrofil (salah satu jenis leukosit, terdiri atas bentuk batang dan segmen). Jika neutrofil ≥ 10.000/mm3, baru dilakukan kultur darah.

  • Pemberian antibiotik

Antibiotik diberikan dengan kriteria yang sama seperti penentuan perlu tidaknya kultur darah. Pemberian antibiotik juga dapat dipertimbangkan jika orang tua atau caregiver tidak dapat diandalkan untuk melakukan evaluasi follow-up.

Antibiotik yang dipilih adalah ceftriaxone, 50 mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau cefuroxime, 150-200 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 6-8 jam.

Pneumonia

Definisi

Pnemonia adalah peradangan yang mengenai parenkim (jaringan) paru, pada bagian terjauh dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi (saling menempel) jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Terjadinya pnemonia bergantung pada banyaknya kuman, tingkat kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta daya tahan tubuh. Adapun yang merupakan faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada serta penurunan kesadaran.

Penyebab

Pnemonia disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, penyebab terseringnya adalah bakteri (S.pneumonia, H.influenza, S.aureus, P.aeruginosa, M.tuberculosis, M.kansasii, dsb), namun dapat juga disebabkan oleh jamur (P.carinii, C.neoformans, H.capsulatum, C.immitis, A.fumigatus,dsb), protozoa (toksoplasma) serta virus (CMV, herpes simpleks).

Kuman penyebab biasanya berbeda di antara satu daerah dengan daerah lainnya, juga berkaitan dengan interaksi faktor-faktor terjadinya infeksi, cara terjadinya infeksi serta perubahan keadaan pasien seperti gangguan sistem imun, adanya penyakit kronik, polusi lingkungan dan juga penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

Gejala dan Tanda

Gejala klinis yang dapat ditemukan dapat ringan, fulminan (berat), bahkan fatal. Adanya demam, batuk nonproduktif (tidak berdahak) ataupun produktif (berdahak) dengan sputum purulen (kekuningan), nyeri dada pleuritik (dipengaruhi oleh pernapasan), menggigil, rigor, serta nafas yang pendek adalah gambaran yang sering ditemukan. Selain itu dapat juga ditemukan pasien dengan keluhan nyeri kepala,  mual, muntah, diare, mialgia (nyeri otot), arthralgia (nyeri sendi) serta fatigue (kecapaian).

Tanda-tanda yang sering timbul adalah takipneu (frekuensi bernafas >20x/menit), takikardi (denyut nadi >100x/menit).

Pemeriksaan Tambahan

Pada pemeriksaan laboratorium rutin, umumnya ditemukan leukositosis (peningkatan jumlah leukosit dalam darah) pada infeksi bakteri. Leukosit (sel darah putih) normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma, atau dapat juga terjadi pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, atau pada orang tua, lemah atau dengan kegagalan sistem imun.

Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah pemeriksaan biakan bakteri atau agen penyebab lainnya. Bahannya bisa berasal dari dahak, darah, atau jaringan paru. Selain itu juga dilakukan kultur kuman yang bermanfaat untuk pra terapi dan evaluasi terapi selanjutnya.

Tata Laksana

Terapi yang diberikan pada pasien pnemonia adalah terapi kausal (penyebab) terhadap kuman penyebab sebagai terapi utama, serta terapi suportif umum.  Terapi kausal misalnya antibiotik secara empiris seperti ampislin-sulbaktam, amoksisilin/asam klavulanat, sefalosporin generasi II pada pnemonia komunitas, sefalosporin generasi III atau antipseudomonas pada pnemonia nosokomial, antijamur golongan azol pada pnemonia karena jamur, kotrimoksazol atau dapson pada pnemonia karena P.carinii, serta makrolid, doksisiklin atau fluorokuinolon pada pnemonia atipik.

Adapun terapi suportif yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien, misalnya pemberian terapi O2 (oksigen),  terapi inhalasi  pada dahak yang kental, fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, pengaturan cairan, dan terapi lain yang dibutuhkan.

LEUKOSIT.Blogspot

LEUKOSIT | Patologis leukosit | leukimia | lupus

Asma-hipersensitivitas-kesehatan

Friday, November 20, 2009 4:50 PM

Pendahuluan

Latar belakang

Sistem kekebalan tubuh merupakan bagian integral dari perlindungan manusia terhadap penyakit, tetapi mekanisme kekebalan pelindung biasanya kadang-kadang dapat menyebabkan reaksi merugikan tuan rumah. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas, dan studi ini disebut Immunopathology. Klasifikasi tradisional untuk reaksi hipersensitivitas adalah bahwa dari Gell dan Coombs dan saat ini yang paling sering disebut sistem klasifikasi. Ini membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 jenis berikut:

   * Tipe I reaksi (yaitu, langsung reaksi hipersensitivitas) melibatkan imunoglobulin E (IgE)-dimediasi pelepasan histamin dan mediator dari sel mast dan basofil.

   * Tipe II reaksi (yakni, reaksi hipersensitivitas sitotoksik) melibatkan Immunoglobulin G atau Immunoglobulin M antibodi terikat ke permukaan sel antigen, dengan fiksasi komplemen berikutnya.

   * Type III reaksi (yaitu, reaksi kompleks imun) melibatkan antigen-antibodi yang beredar kompleks imun yang deposit di postcapillary venula, dengan fiksasi komplemen berikutnya.

   * Type IV reaksi (yakni, reaksi hipersensitivitas tertunda, sel Kekebalan) dimediasi oleh sel T daripada oleh antibodi.

Beberapa penulis percaya sistem klasifikasi ini mungkin terlalu umum dan nikmat yang lebih baru sistem klasifikasi yang diusulkan oleh Jual et al. Sistem ini membagi immunopathologic tanggapan ke 7 kategori berikut:

   * Inaktivasi / aktivasi reaksi antibodi

   * Cytolytic antibodi sitotoksik atau reaksi

   * Kekebalan-reaksi kompleks

   * Reaksi alergi

   * T-sel reaksi sitotoksik

   * Tertunda reaksi hipersensitivitas

   * Granulomatosa reaksi

Sistem ini account untuk fakta bahwa beberapa komponen dari sistem kekebalan tubuh dapat terlibat dalam berbagai jenis reaksi hipersensitivitas. Sebagai contoh, sel T berperan penting dalam patofisiologi reaksi alergi (lihat Patofisiologi). Selain itu, istilah hipersensitivitas langsung adalah sedikit dari keliru karena tidak memperhitungkan akhir fase reaksi atau untuk alergi peradangan kronis yang sering terjadi dengan jenis reaksi ini.

Mewujudkan reaksi alergi klinis sebagai anafilaksis, alergi asma, urticaria, angioedema, alergi rhinitis, beberapa jenis obat reaksi, dan atopic dermatitis. Reaksi-reaksi ini cenderung ditengahi oleh IgE, yang membedakan mereka dari reaksi-reaksi yang melibatkan anaphylactoid IgE-sel mast independen dan basophil degranulation. Reaksi tersebut dapat disebabkan oleh iodinated radiocontrast pewarna, opiat, atau vankomisin dan muncul klinis serupa dengan mengakibatkan urticaria atau anafilaksis.

Pasien cenderung IgE-mediated reaksi alergi dikatakan atopik. Atopi merupakan kecenderungan genetik untuk membuat antibodi IgE menanggapi alergi eksposur.

Fokus dari artikel ini adalah reaksi alergi pada umumnya. Meskipun beberapa manifestasi klinis yang terdaftar secara singkat disebutkan sebelumnya, lihat artikel tentang topik ini untuk lebih detail. Sebagai contoh, lihat alergi dan Lingkungan Asma; Anafilaksis; Makanan Alergi, Rhinitis, alergi, dan urticaria.

Patofisiologi

Reaksi hipersensitivitas segera ditengahi oleh IgE, tetapi sel T dan B memainkan peran penting dalam pengembangan antibodi ini. T helper (TH) sel, yang CD4 +, telah dibagi menjadi 2 kelas luas berdasarkan sitokin yang mereka hasilkan: TH1 dan TH2. Sel T regulatory (Tregs) adalah CD4 + CD25 + dan mungkin juga memainkan role.1

Sel TH1 menghasilkan interferon gamma, interleukin (IL) -2, dan tumor necrosis factor-beta dan mempromosikan diperantarai sel respon imun (misalnya, reaksi hipersensitivitas tertunda). TH2 sel, di sisi lain, menghasilkan IL-4 dan IL-13, yang kemudian bertindak atas sel B untuk mempromosikan produksi antigen-IgE spesifik. Oleh karena itu, sel-sel TH2 memainkan peran penting dalam pengembangan langsung reaksi hipersensitif, dan pasien yang atopik diperkirakan TH2 yang lebih tinggi-untuk-sel TH1 rasio. Menariknya, sitokin diproduksi oleh sel-sel TH1 (khususnya interferon gamma) tampaknya mengurangi produksi sel TH2. Sekarang bukti menunjukkan bahwa Tregs mungkin juga secara aktif menghambat TH2 responses to allergens.1

Reaksi alergi pertama memerlukan sensitisasi alergen tertentu dan genetik cenderung terjadi pada individu. Alergi entah yang terhirup atau tertelan dan kemudian diproses oleh sel dendritik, sebuah presentasi antigen-sel. Menyajikan antigen-sel kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening, di mana mereka naif TH perdana sel (sel TH0) yang beruang reseptor untuk antigen tertentu.

Sel TH0 terdiferensiasi sel CD4 yang melepaskan kedua TH1 dan TH2 sitokin dan dapat berkembang menjadi jenis sel baik. Dalam kasus sensitisasi alergen, maka sel-sel TH0 dianggap terkena IL-4 (dari sumber yang belum teridentifikasi, tetapi termasuk pusat germinal-sel B) dan mungkin untuk memancing histamin-sel dendritik, yang keduanya menyebabkan mereka untuk mengembangkan ke dalam sel TH2. Sel TH2 prima ini kemudian melepaskan lebih IL-4 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 kemudian bertindak pada sel B untuk mempromosikan produksi antigen-antibodi IgE spesifik.

Agar hal ini terjadi, sel B juga harus berikatan dengan alergen-alergen melalui reseptor spesifik. Mereka kemudian menginternalisasi dan memproses antigen dan menyerahkannya kepada sel TH2 di kelas II histocompatibility besar molekul yang ditemukan pada permukaan B-sel. Sel B juga harus mengikat sel TH2 dan melakukannya dengan mengikat dinyatakan CD40 pada permukaannya ke ligan CD40 pada permukaan sel TH2. IL-4 dan IL-13 yang dikeluarkan oleh sel-sel TH2 kemudian dapat bekerja pada sel B untuk mempromosikan kelas imunoglobulin M beralih dari produksi untuk antigen-produksi IgE spesifik (lihat Gambar 1).

Antigen-antibodi IgE spesifik kemudian dapat mengikat reseptor afinitas tinggi terletak di permukaan sel mast dan basofil. Reexposure ke antigen kemudian dapat mengakibatkan mengikat antigen dan silang antibodi IgE yang terikat pada sel mast dan basofil. Hal ini menyebabkan pelepasan dan pembentukan mediator kimia dari sel-sel ini. Ini meliputi preformed mediator mediator, mediator yang baru disintesis, dan sitokin. Mediator utama dan fungsi mereka digambarkan sebagai berikut:

Preformed mediator

   * Histamin: mediator ini bekerja pada histamin 1 (H1) dan histamin 2 (H2) reseptor menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas dan saluran pencernaan, peningkatan vasopermeability dan vasodilasi, peningkatan produksi lendir, pruritus, kulit vasodilasi, dan sekresi asam lambung .

   * Tryptase: Tryptase adalah protease besar dilepaskan oleh sel mast; peran pastinya tidak pasti, tetapi dapat membelah C3 dan C3a. Tryptase ditemukan di semua sel mast manusia tetapi dalam beberapa sel-sel lain dan dengan demikian merupakan penanda baik aktivasi sel mast.

   * Proteoglikan: proteoglikan meliputi heparin dan kondroitin sulfat. Peran yang terakhir ini tidak diketahui; heparin tampaknya menjadi penting dalam menyimpan preformed protease dan mungkin memainkan peran dalam produksi alpha-tryptase.

   * Chemotactic faktor: Sebuah chemotactic eosinofilik faktor penyebab anafilaksis eosinophil chemotaxis; faktor peradangan hasil anafilaksis chemotaxis neutrofil. Eosinofil melepaskan dasar utama protein dan, bersama dengan aktivitas neutrofil, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan pada akhir fase reaksi alergi.

Baru dibentuk mediator

   * Metabolit asam arakidonat

         o Leukotrienes – Dihasilkan melalui jalur lipoxygenase

               + Leukotriene B4 – neutrofil chemotaxis dan aktivasi, augmentation permeabilitas vaskular

               + Leukotrienes C4 dan D4 – bronchoconstrictors kuat, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan menyebabkan penyempitan arteriolar

               + Leukotriene E4 – Meningkatkan bronkial responsif dan meningkatkan permeabilitas vaskular

               + Leukotrienes C4, D4, dan E4 – terdiri dari apa yang sebelumnya dikenal sebagai zat bereaksi lambat dari anafilaksis

         o produk cyclooxygenase

               + Prostaglandin D2 – Produser terutama oleh sel mast; bronchoconstrictor, vasodilator perifer, arteri koroner dan paru vasokonstriktor, inhibitor agregasi platelet, neutrofil chemoattractant, dan enhancer rilis histamin dari basofil

               + Prostaglandin F2-alpha – Bronchoconstrictor, peripheral vasodilator, vasokonstriktor koroner, dan agregasi platelet inhibitor

               + Tromboksan A2 – Penyebab vasokonstriksi, agregasi platelet, dan bronkokonstriksi

   * Platelet-activating factor (PAF): PAF disintesis dari membran fosfolipid melalui jalur yang berbeda dari asam arakidonat. It agregat platelet tetapi juga merupakan mediator yang sangat ampuh dalam reaksi alergi. Meningkatkan permeabilitas vaskular, penyebab bronkokonstriksi, dan menyebabkan chemotaxis dan degranulation dari eosinofil dan neutrofil.

   * Adenosin: Ini adalah bronchoconstrictor yang juga disebabkan potentiates IgE-sel mast melepaskan mediator.

   * Bradykinin: Kininogenase dilepaskan dari sel mast dapat bertindak berdasarkan kinins plasma untuk menghasilkan bradykinin. Bradykinin meningkatkan vasopermeability, vasodilasi, hipotensi, kontraksi otot polos, rasa sakit, dan aktivasi metabolit asam arakidonat. Namun, perannya dalam diperantarai IgE-reaksi alergi belum jelas ditunjukkan.

Sitokin

   * IL-4: IL-4 merangsang dan memelihara sel TH2 proliferasi dan switch sel B untuk sintesis IgE.

   * IL-5: sitokin ini adalah kunci dalam pematangan, chemotaxis, aktivasi, dan kelangsungan hidup eosinofil. IL-5 bilangan prima basofil untuk melepaskan histamin dan leukotriene.

   * IL-6: IL-6 mendorong produksi lendir.

   * IL-13: sitokin ini memiliki banyak pengaruh yang sama seperti IL-4.

   * Tumor necrosis factor-alpha: Ini mengaktifkan neutrofil, monosit meningkat chemotaxis, dan meningkatkan produksi sitokin lain oleh T sel.

Tindakan-tindakan di atas dapat menyebabkan variabel mediator respons klinis tergantung pada sistem organ yang terkena, sebagai berikut:

   * Urticaria / angioedema: Pers di atas mediator dalam lapisan dangkal dapat menyebabkan kulit pruritic wheals dengan eritema sekitarnya. Jika lebih lapisan dermis dan jaringan subkutan yang terlibat, angioedema hasil. Angioedema adalah pembengkakan pada daerah yang terkena, tetapi cenderung menyakitkan ketimbang pruritic.

   * Alergi rhinitis: Pers di atas mediator dalam saluran pernapasan bagian atas dapat menyebabkan bersin, gatal, hidung tersumbat, Rhinorrhea, dan gatal atau mata berair.

   * Alergi asma: Release mediator di atas di bagian bawah saluran pernafasan dapat menyebabkan bronkokonstriksi, produksi lendir, dan radang saluran udara, mengakibatkan dada sesak, sesak nafas, dan tersengal-sengal.

   * Anafilaksis: sistemik pelepasan mediator di atas mempengaruhi lebih dari satu sistem dan dikenal sebagai anafilaksis. Di samping gejala tersebut di atas, sistem GI juga dapat dipengaruhi dengan mual, kram perut, kembung, dan diare. Vasodilasi vasopermeability sistemik dan dapat menyebabkan hipotensi signifikan dan disebut sebagai shock anafilaksis. Anaphylactic shock adalah salah satu dari dua penyebab paling umum kematian di anafilaksis yang lainnya adalah pembengkakan tenggorokan dan sesak napas.

Reaksi alergi dapat terjadi sebagai reaksi langsung, akhir-fase reaksi, atau alergi peradangan kronis. Langsung atau reaksi fase akut terjadi dalam beberapa detik untuk menit setelah pajanan alergi. Beberapa mediator yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil dan neutrofil eosinophil menyebabkan chemotaxis. Menarik eosinofil dan limfosit penduduk diaktifkan oleh mediator sel mast.

Ini dan sel-sel lain (misalnya, monosit, sel T) yang diyakini menyebabkan akhir-fase reaksi yang dapat terjadi beberapa jam setelah pemaparan antigen dan setelah tanda-tanda atau gejala dari reaksi fase akut telah teratasi. Tanda-tanda dan gejala akhir fase reaksi dapat mencakup kemerahan dan pembengkakan kulit, nasal discharge, penyempitan saluran napas, bersin, batuk, dan mengi. Efek ini dapat berlangsung beberapa jam dan biasanya diselesaikan dalam waktu 24-48 jam.

Akhirnya, kontinyu atau berulang paparan ke alergen (misalnya, kucing-pasien yang memiliki alergi terhadap kucing) dapat mengakibatkan alergi peradangan kronis. Situs jaringan dari alergi peradangan kronis mengandung eosinofil dan sel T (terutama sel TH2). Eosinofil dapat melepaskan banyak mediator (misalnya, protein dasar utama), yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan dengan demikian meningkatkan peradangan. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada jaringan yang terkena. Lebih jauh lagi, tantangan alergen berulang dapat mengakibatkan peningkatan kadar antigen-IgE spesifik, yang akhirnya dapat menyebabkan pelepasan lebih lanjut IL-4 dan IL-13, sehingga meningkatkan kecenderungan untuk TH2 sel / IgE-mediated tanggapan.

Frekuensi

Amerika Serikat

   * Prevalensi penyakit atopik telah meningkat secara signifikan di tahun 1980-an dan 1990-an di masyarakat industri.

   * Alergi rhinitis adalah penyakit alergi yang paling umum; itu mempengaruhi sekitar 17-22% atau lebih dari populasi.

   * Asma diperkirakan untuk mempengaruhi lebih dari 20 juta orang. Sembilan puluh persen kasus asma pada anak-anak diperkirakan alergi, dibandingkan dengan 50-70% pada orang dewasa.

   * Atopic dermatitis juga meningkat dalam prevalensi pada 1980-an dan 1990-an; prevalensi di Amerika Serikat akan serupa dengan yang di Eropa (lihat di bawah, Internasional).

   * Prevalensi anafilaksis adalah sekitar 1-3% di negara industri.

Internasional

   * Perkiraan prevalensi dermatitis atopik di antara anak-anak sekolah di berbagai negara Eropa adalah 15-20%.

   * Asma, seperti penyakit-penyakit atopik lain, sebelumnya meningkat di prevalence.2, 3 Data dari penelitian terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa prevalensi asma, alergi rhinitis, dan dermatitis atopik dapat stabilizing.4 Rumah Sakit penerimaan untuk anafilaksis Namun, telah meningkat 600% selama dekade terakhir di negara itu dan oleh 400% untuk alergi makanan. Tingkat penerimaan urticaria meningkat 100%, dan tingkat penerimaan angioedema meningkat 20%, yang menunjukkan bahwa penyakit alergi tersebut dapat meningkat di prevalensi.

   * Studi di Afrika dan Eropa telah menunjukkan prevalensi yang lebih besar reversibel bronchospasm populasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Ini pada awalnya dianggap berkaitan dengan polusi lingkungan, tapi hasil dari studi prevalensi asma sebelum dan setelah penyatuan Jerman bertentangan dengan theory.5

         o prevalensi asma di Jerman Timur sebelum tahun 1990 adalah lebih rendah daripada di Jerman Barat, meskipun fakta bahwa Jerman Timur memiliki lebih banyak polusi udara.

         o Selama 10 tahun setelah unifikasi, prevalensi asma di bekas Jerman Timur telah meningkat dan sekarang dibandingkan dengan mantan Jerman Barat.

         o Selain itu, anak-anak ditempatkan di tempat penitipan dan dengan saudara-saudara yang lebih tua memiliki kemungkinan lebih rendah mengembangkan penyakit atopik.

         o Temuan ini telah mengarah pada kebersihan hipotesis, yang menyatakan bahwa paparan awal agen infeksi membantu sistem kekebalan langsung menuju sel-dominan TH1 respons yang, pada gilirannya, menghambat produksi sel-sel TH2. Sebuah respon TH1 tidak menyebabkan alergi, sementara yang bersih, lingkungan yang lebih higienis dapat menyebabkan TH2 keunggulan dan lebih alergi.

Mortalitas / Morbiditas

   * Angka Kematian dari penyakit alergi terjadi terutama dari anafilaksis dan asma, walaupun kematian akibat asma relatif jarang. Pada tahun 1995, 5.579 orang meninggal dari asma di Amerika Serikat. Sekitar 500 orang meninggal setiap tahun dari anafilaksis di Amerika Serikat.

   * Alergi penyakit adalah penyebab morbiditas signifikan. Pada tahun 1990, dampak ekonomi dari penyakit alergi di Amerika Serikat diperkirakan menjadi $ 6.4 milyar dari biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas. Anak-anak dengan rhinitis alergi yang tidak diobati lebih buruk pada tes bakat daripada rekan nonatopic mereka.

Race

   * Setiap perbedaan dalam prevalensi penyakit alergi terhadap ras tampaknya lebih terkait dengan faktor lingkungan daripada benar perbedaan rasial. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, prevalensi asma adalah 2,5 kali lebih tinggi di Afrika Amerika daripada orang kulit putih. Asma yang lebih menonjol di pusat kota populasi, dan ini dapat menjelaskan perbedaan.

Sex

   * Beberapa perbedaan yang tak dapat dijelaskan ada dalam prevalensi penyakit alergi antara kedua jenis kelamin. Asma adalah lebih umum di anak laki-laki selama dekade pertama kehidupan; setelah pubertas, prevalensi lebih tinggi pada wanita. Laki-laki-wanita rasio anak-anak yang memiliki penyakit atopik adalah sekitar 1.8:1.

   * Kulit reaktifitas tes pada wanita dapat berfluktuasi dengan siklus menstruasi, tetapi hal ini tidak signifikan secara klinis.

Usia

   * Secara umum, gejala rhinitis alergi (dan reaktifitas tes kulit) cenderung berkurang dengan bertambahnya usia.

   * Food alergi dan anafilaksis berikutnya lebih umum pada anak-anak. Beberapa anak mungkin mengatasi alergi mereka terhadap makanan tertentu, atau reaksi mereka dapat berkurang dari waktu ke waktu. Namun, anafilaksis dari makanan dan memicu lainnya masih merupakan ancaman pada orang dewasa. Makanan alergi, seperti alergi terhadap kacang, bisa berlangsung seumur hidup.

   * Childhood asma adalah lebih umum di anak laki-laki dan sering bisa menyelesaikan dengan dewasa. Namun, perempuan cenderung menderita asma di kemudian hari (mulai pada masa remaja) dan dapat juga memiliki asma yang lebih parah.

Klinis

Sejarah

Temuan sejarah yang bervariasi tergantung pada sistem organ yang terpengaruh.

   * Anaphylaxis

         o Pasien dapat melaporkan pusing, pingsan, diaphoresis, dan pruritus. Kesulitan bernapas dapat hasil dari faring angioedema dari jaringan dan dari bronkokonstriksi. Pasien mungkin juga melaporkan gejala GI, termasuk mual, muntah, diare, dan kram perut. Pasien mungkin mengalami kram rahim atau kencing mendesak. Pasien bisa tiba-tiba mengalami pernapasan dan / atau peredaran darah dan masuk ke shock anafilaksis.

         o Gejala biasanya dimulai dalam beberapa menit dari paparan alergen (misalnya, administrasi obat, sengatan serangga, makanan penelanan, alergi immunotherapy) tetapi dapat kambuh jam setelah pemaparan awal (fase akhir-reaksi).

         o Pasien mungkin tidak dapat mengidentifikasi penyebab alergi entah karena mereka tidak mengetahui alergi (misalnya, reaksi pertama sengatan serangga) atau karena mereka tidak mengetahui paparan alergen (misalnya, seorang pasien yang alergi terhadap kacang yang makan olahan makanan yang mengandung protein kacang tanah).

         o Perhatian khusus harus diberikan untuk baru atau baru saja mengubah obat-obatan. Sejarah spesifik untuk sengatan serangga atau eksposur lingkungan baru harus diperoleh. Jika berlaku, sejarah makanan juga harus diperoleh.

   * Alergi rhinoconjunctivitis

         o Gejala terdiri dari gatal, pilek dan mata dan gatal-gatal dari langit-langit dan telinga. Pasien mungkin juga melaporkan postnasal drip, yang dapat menyebabkan sakit tenggorokan, batuk, atau tenggorokan kliring.

         o Rhinoconjunctivitis biasanya hasil dari paparan aeroallergens dan dapat musiman atau abadi. Alergi udara biasanya juga menyebabkan gejala okular yang terdiri dari mata gatal, merobek, atau mata merah.

         o berulang eksposur terhadap allergen dapat mengakibatkan alergi peradangan kronis, yang menyebabkan hidung tersumbat yang kronis dapat lebih rumit oleh sinusitis.

   * Alergi asma

         o allergen hasil pemaparan di bronkokonstriksi, dan pasien dapat melaporkan sesak napas (misalnya, kesulitan mendapatkan udara keluar), mengi, batuk, dan / atau dada sesak.

         o alergi jangka panjang eksposur perubahan kronis dapat menyebabkan meningkatnya kesulitan bernapas dan dada sesak, dan pasien dapat memberikan sejarah penyelamatan inhaler ulang menggunakan atau mengurangi aliran puncak.

   * Urticaria / angioedema

         o baur gatal-gatal atau wheals dapat terjadi dan menyebabkan pruritus signifikan; wheals individu menyelesaikan setelah menit ke jam, tetapi dapat terus wheals baru terbentuk.

         o akut urticaria (bertahan <6 wk) dapat disebabkan oleh makanan, obat-obatan, atau hubungi alergen.

         o urticaria kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Walaupun banyak penyebab yang mungkin, sering kali, penyebab tidak ditemukan.

         o angioedema adalah pembengkakan jaringan lokal yang dapat terjadi di jaringan lunak seluruh tubuh. Pasien dapat melaporkan nyeri pada situs pembengkakan bukan pruritus, yang terjadi dengan urticaria.

         o angioedema dari laryngopharynx dapat menghalangi jalan napas, dan pasien dapat melaporkan kesulitan bernapas. Stridor atau suara serak mungkin ada. Angioedema dari laryngopharynx dapat mengancam kehidupan.

   * Atopic dermatitis

         o Kondisi ini merupakan kutaneus eczematous letusan lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa; dapat diperburuk oleh paparan alergi, terutama alergi makanan, di beberapa pasien.

         o Pasien melaporkan pruritus signifikan yang menyebabkan menggaruk, yang menghasilkan lesi. Superinfection dapat terjadi, terutama di excoriated parah atau retak lesi.

   * GI keterlibatan

         o Pasien dapat melaporkan mual, muntah, kram perut, dan diare setelah menelan makanan yang mengganggu.

         o Perhatikan bahwa mekanisme lain (misalnya, laktosa intoleransi) sering menyebabkan gejala-gejala ini.

         o eosinofilik esofagitis dan gastritis yang baru diakui sindrom yang mungkin alergi di alam.

Fisik

Temuan pemeriksaan fisik berbeda dengan sistem organ yang terlibat.

   * Anaphylaxis

         o tanda-tanda vital harus dipantau dengan cermat karena pasien dapat dengan cepat berkembang menjadi peredaran darah dan / atau kegagalan pernafasan. Tachycardia bisa mendahului hipotensi. Hypotensive pasien yang memiliki refleks takikardia, tetapi Bradycardia dapat juga terjadi pada 5%. Pembilasan dan tachycardia biasanya pertama dan merupakan gejala invarian anafilaksis.

         o Pasien mungkin memiliki urticaria, angioedema, atau keduanya. Angioedema jalan napas dan tenggorokan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan atau sesak napas, karena itu, ini harus diawasi secara ketat.

         o Pasien bisa mengi pernapasan selama pemeriksaan, yang sekunder untuk bronkokonstriksi.

         o bingung dan perubahan status mental dapat terjadi.

   * Alergi rhinoconjunctivitis

         o Pasien mungkin bersin atau tenggorokan sering kliring dan / atau batuk dari postnasal drip.

         o mungkin Sclera disuntikkan, dan pasien mungkin memiliki lingkaran hitam di bawah mata (yaitu, alergi shiners).

         o mukosa hidung dapat berlumpur dan pucat, biasanya dengan drainase yang jelas.

         o faring mungkin memiliki penampilan batu besar dari lendir postnasal drainase.

         o Pasien mungkin memiliki sinus frontal atau berkenaan dgn rahang atas kelembutan dari hidung kronis atau infeksi.

   * Alergi asma

         o Temuan dapat bervariasi tergantung pada pasien dan beratnya gejala. Pasien mungkin akan muncul batuk atau sesak napas. Terengah-engah mungkin ada, tapi mungkin tidak akan terdengar pada pasien dengan gejala ringan atau, jika asma parah, pasien mungkin tidak bergerak cukup udara untuk menghasilkan tersengal-sengal.

         o napas mungkin dangkal atau pasien mungkin memiliki fase ekspirasi yang berkepanjangan.

         o Cyanosis dari bibir, jari, atau kaki dapat terjadi dengan asma parah yang disebabkan oleh hypoxemia.

   * Urticaria / angioedema

         o urticaria biasanya diwakili oleh wheals dengan eritema sekitarnya. Wheals dari menyebabkan alergi biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Wheals akibat vaskulitis kulit dapat berlangsung sampai 24 jam dan dapat meninggalkan postinflammatory hiperpigmentasi pada penyembuhan.

         o angioedema adalah pembengkakan lokal jaringan lunak yang dapat terjadi di mana saja tetapi terutama mengenai jika faring atau laring jaringan yang terlibat.

   * Atopic dermatitis

         o temuan pemeriksaan fisik dapat bervariasi tergantung pada keparahan penyakit. Dalam waktu kurang kasus yang parah, kulit bisa tampak normal, kering, atau dengan erythematous papula. Dalam kasus yang lebih parah, pasien dapat memiliki sangat kering, pecah-pecah, dan, kadang-kadang, berkulit lesi.

         o Pada bayi, kepala dan ekstensor permukaan lebih terlibat, sedangkan pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua, permukaan yang lentur cenderung akan terpengaruh.

Penyebab

Atopi didefinisikan sebagai predisposisi genetik untuk membentuk antibodi IgE dalam menanggapi paparan alergen. Oleh karena itu, ada kecenderungan genetik untuk pengembangan penyakit atopik. Mutasi alel tertentu pada lengan panjang kromosom 5 telah dikaitkan dengan tingkat lebih tinggi dari IL-4 dan IgE dan dikenal sebagai promotor IL-4 polimorfisme. Gangguan fungsi sel-sel Treg mungkin juga berkontribusi terhadap perkembangan penyakit atopik.

Isu lingkungan juga memainkan peranan penting, meskipun peran eksposur pada usia dini untuk antigen tertentu mungkin bermain baik dalam perkembangan atau perlindungan dari pengembangan respons alergi masih belum jelas. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak di tempat penitipan anak dan mereka dengan saudara yang lebih tua mungkin kurang mungkin mengembangkan penyakit alergi. Lingkungan tentu dapat membantu menentukan alergen mana pasien akan terkena. Sebagai contoh, anak-anak di pusat kota lebih cenderung peka terhadap kecoak daripada anak-anak di daerah pedesaan. Demikian pula, debu tungau, alergen yang potensial, yang terutama ditemukan di iklim lembab, dan mereka yang belum pernah terkena seperti iklim cenderung tidak alergi terhadap tungau.

   * Reaksi alergi

         o Reaksi dapat diperoleh oleh berbagai aeroallergens (misalnya, serbuk sari, ketombe binatang), obat-obatan, atau sengatan serangga.

         o lain yang mungkin penyebab alergi lateks dan alergi makanan.

   * Alergen

         o Alergen dapat menyelesaikan protein antigen atau rendah protein dengan berat molekul yang mampu memunculkan sebuah respon IgE.

         o Pollen dan serpihan kulit binatang merupakan antigen protein lengkap.

         o Haptens-molekul rendah-berat (anorganik) antigen yang tidak mampu memunculkan respons alergi sendiri. Mereka harus mengikat protein serum atau jaringan dalam rangka untuk memperoleh tanggapan. Ini adalah penyebab khas reaksi hipersensitivitas obat. Perhatikan bahwa semua reaksi hipersensitivitas obat tidak ditengahi oleh IgE. Selain anaphylactoid reaksi, reaksi obat dapat disebabkan oleh cytotoxicity dan pembentukan kompleks imun dan mekanisme immunopathologic lain.

   * Makanan

         o penyebab alergi makanan yang paling umum adalah kacang tanah, pohon kacang-kacangan, bersirip ikan, kerang, telur, susu, kedelai, dan gandum.

         o makanan tertentu dapat silang bereaksi dengan alergen lateks. Makanan ini termasuk pisang, kiwi, cokelat, alpukat, nanas, markisa, aprikot, dan anggur.

   * Hymenoptera

         o Bee, tawon, jaket kuning, lebah, dan semut api sengatan dapat menyebabkan reaksi IgE-mediated.

         o Sementara anafilaksis merupakan reaksi paling serius, pembengkakan dan inflamasi lokal juga dapat terjadi dan tidak dengan sendirinya menunjukkan meningkatnya risiko kehidupan berikutnya reaksi mengancam.

         o Setidaknya 50 orang Amerika meninggal setiap tahun dari anafilaksis yang disebabkan oleh serangga menyengat.

   * Anaphylactoid reaksi

         o Non-dimediasi IgE-sel mast dan basophil degranulation dapat terjadi dari berbagai zat. Meskipun mekanisme yang berbeda, manifestasi klinis yang sama dapat muncul.

         o Penyebab dapat mencakup radiocontrast pewarna, opiat, dan vankomisin (misalnya, manusia merah sindrom).

         o Pasien dapat pretreated dengan glucocorticosteroids dan baik antihistamin H1 dan H2 sebelum terkena iodinated radiocontrast pewarna. Ini, bersama dengan penggunaan rendah osmolal nonionic pewarna, mengurangi risiko reaksi ulang sekitar 1%.

         o Aspirin dan non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat juga menyebabkan reaksi dengan menyebabkan pelepasan leukotrienes melalui jalur 5-lipoxygenase dari metabolisme asam arakidonat. Pasien yang rentan terhadap sindrom ini dapat mengembangkan asma eksaserbasi akut, hidung, urticaria, atau angioedema setelah konsumsi. Namun, perlu diketahui bahwa dalam kasus yang jarang terjadi, pasien dapat memiliki apa yang dianggap benar diperantarai IgE-reaksi anafilaksis OAINS tertentu. Dalam kasus ini, tidak ada terjadi reaktifitas silang dengan NSAID lainny

 

 

 

1 Komentar »

MAKALAH KIMIA AMAMI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari – hari kita membutuhkan air yang bersih untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan kepentingan lainnya. Air yang kita gunakan harus berstandar 3B yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak beracun. Tetapi banyak kita lihat air yang berwarna keruh dan berbau sering kali bercampur dengan benda – benda sampah seperti plastik, sampah organic, kaleng dan sebagainnya. Pemandangan seperti ini sering kita jumpai pada aliran sungai, selokan maupun kolam- kolam. Air yang demikian disebut air kotor atau air yang terpolusi. Air yang terpolusi mengandung zat- zat yang berbahaya yang dapat menyebabkan dampak buruk dan merugikan kita bila di konsumsi.

Namun bagi kita, khususnya masyarakat pedesaan, sungai adalah sumber air sehari – hari untuk kelangsungan hidup. Mereka kurang begitu peduli kandungan yang terdapat pada air tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

  • Apa pengertian polusi air?
  • Apa yang menyebabkan terjadinya pencemaran air?
  • Bahaya apa saja yang ditimbulkan oleh air yang tercemar?
  • Apa yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran air?

1.3 Tujuan

  • Agar manusia lebih dapat memahami bahaya polusi air
  • Agar dapat membedakan air yang bersih dan air yang sudah tercemar
  • Dapat lebih berhati- hati dalam menggunakan air yang bersih dan yang terpolusi
  • Dapat mengetahui kandungan air yang terpolusi

 

 

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Polusi Air

Salah satu dampak negativ dari kemajuan ilmu dan teknologi yang tidak digunakan dengan benar adalah terjadinya polusi. Polusi  adalah peristiwa masuknya zat, unsur, zat atau komponen lain yang merugikan ke dalam lingkungan akibat aktivitas manusia atau proses alami. Segala sesuatu yang menyebabkan polusi disebut polutan.

Suatu benda dapat dikatakan polutan bila kadarnya melebihi batas normal, berada pada tempat dan waktu yang tidak tepat. Polutan dapat berupa suara, panas, radiasi, debu, bahan kimia, zat- zat yang dihasilkan makhluk hidup dan sebagainya. Adanya polutan dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri ( regenerasi). Oleh karena itu, polusi terhadap lingkungan perlu dideteksi secara dini dan ditangani segera.

Polusi air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya ke dalam air, sehingga kualitas air terganggu yang ditandai dengan perubahan warna, bau dan rasa. Beberapa contoh polutan antara lain: Fosfat yang berasal dari penggunaan pupuk buatan dan detergen, Poliklorin Bifenil (PCB) senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan- bahan pelumas dan plastik, Minyak dan Hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran pada roda dan kapal pengangkut minyak, logam- logam berat berasal dari industri bahan kimia dan bensin, Limbah Pertanian berasal dari kotoran hewan dan tempat penyimpanan makanan ternak, Kotoran Manusia berasal dari saluran pembuangan tinja manusia.( Djambur, 1993 )

2.2 Macam- Macam Sumber Polusi Air

Sumber polusi air antara lain sampah masyarakat, limbah industri, limbah pertanian dan limah rumah tangga. Ada beberapa tipe polutan yang dapat merusak perairan yaitu; bahan- bahan yang mengandung bibit penyakit, bahan- bahan yang banyak membutuhakan oksigen untuk penguraiannya, bahan- bahan kimia organik dari industri atau limbah pupuk pertanian, bahan- bahan yang tidak sedimen, bahan- bahan yang mengandung radioaktif dan panas.

Pembuangan sampah dapat mengakibatkan kadar O2 terlarut dalam air semakin berkurang karena sebagian besar dipergunakan oleh bakteri pembusuk. Pembuangan sampah organic maupun anorganik yang dibuang kesungai terus- menerus, selain mencemari air, terutama di musim hujan akan mengakibatkan banjir.

Air adalah unsur alam yang penting bagi mahluk hidup dengan sifat mengalir dan meresap. Apabila jalur aliran- alirannya tersumbat akan mengakibatkan banjir. Polusi air terjadi karena kurangnya rasa disiplian masyarakat, misalnya dalam kebersihan lingkungan dan membuang sampah sembarangan.

Musibah banjir terbagi menjadi dua macam yaitu banjir bandang ( besar) dan banjir genangan.

  • Banjir banding terjadi akibat air meluap dari jaur- jalur aliran (sungai) dengan volume air yang besar
  • Banjir genangan terjadi tergenangnya air hujan disuatu daerah yang saluran air dan daya serapnya terbatas. ( Salman, 1993 )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bahaya dari Polusi Air

Bibit- bibit penyakit berbagai zat yang bersifat racun dan bahan radioaktif dapat merugikan manusia. Berbagai polutan memerlukan O2 untuk penguraiannya. Jika O2 kurang, penguraiannya tidak sempurna dan menyebabkan air berubah warnanya dan berbau busuk. Bahan atau logam yang berbahaya seperti arsenat, uradium, krom, timah, air raksa, benzon, tetraklorida, karbon dan lain- lain dapat merusak organ tubuh manusia atau dapatmenyebabkan kanker. Sejumlah besar limbah dari sungai akan masuk ke laut.

Polutan ini dapat merusak kehidupan air sekitar muara sungai dan sebagian kecil laut muara. Bahan- bahan yang berbahaya masuk ke laut atau samudera mempunyai akibat jangka panjang yang belum diketahui. Banyak jenis kerang- kerangan  yang mungin mengandung zat- zat yang berbahaya untuk dimakan. Laut dapat pula tercemar oleh yang asalnya mungkin dari pemukiman, pabrik, melalui sungai, atau dari kapal tanker yang rusak. Minyak dapat mematikan burung dan hewan laut lainnya, sebagai contoh efek keracunan dapat dilihat di Jepang. Merkuri yang dibuang oleh sebuah industri ke teluk minamata terakumulasi di jaringan tubuh ikan dan masyarakat yang mengkonsumsinya menderita cacat      atau bahkan menyebabkan terjadinya kematian.

Banyak akibat yang ditimbulkan oleh polusi air, diantaranya:

  1. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen
  2. Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air
  3. Pendangkalan dasar perairan
  4. Tersumbatnya penyaring reservoir, dan menyebabkan perubahan ekologi
  5. Dalam jangka panjang mengakibatkan kanker dan kelahiran cacat
  6. Akibat penggunaan pestisida yang berlebihan selain membunuh hama dan penyakit, juga membunuh serangga dan makhluk yang berguna terutama predator
  7. Kematian biota kuno, seperti plankton, ikan bahkan burung
  8. Dapat mengakibatkan mutasi sel kanker dan leukemia

3.2 Usaha- Usaha untuk Mencegah dan Mengatasi Polusi Air

Pengenceran dan penguraian polutan air tanah sulit sekali karena airnya tidak mengalir dan tidak mengandung bakteri pengurai yang aerob, jadi air tanah yang tercemar akan tetap tercemar dalam waktu yang lama, Meskipun tidak ada bahan pencemaran yang masuk. Oleh karena itu banyak usaha untuk menjaga agar tanah tetap bersih, misalnya:

  1. Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah pemukiman atau perumahan
  2. Pembuangan limbah industri diatur sehinga tidak mencemari lingkungan atau ekosistem
  3. Pengawasan terhadap penggunaan jenis- jenis pestisida dan zat – zat kimia lain yang dapat menimbulkan pencemaran
  4. Memperluas gerakan penghijauan
  5. Tindakan tegas terhadap perilaku pencemaran lingkungan
  6. Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungannya
  7. Melakukan intensifikasi pertanian

Adapun cara lain untuk mengatasi polusi air atau yang dikenal dengan sebutan banjir. Banjir ada dua macam yaitu banjir banding dan banjir genangan.

  1. Banjir banding dapat diatasi secar meluas dengan didukung berbagai disiplin ilmu
  2. Banjir genangan dapat diatasi dengan memebersihakan air dari penyumbatan yang mengakibatkan air meluap

Banyak orang mengatakan “ lebih baik mencegah dari pada mengatasi”, hal ini berlaku pula pada banjir genangan. Ada beberapa langkah- langkah yang dilakukan untuk mencegak banjir genangan yaitu:

  1. Dalam perencanaan jalan- jalan lingkungan baik program pemerintah maupun swadaya masyarakat sebaiknya memilih material bahan yang menyerap air misalnya penggunaan bahan  dari pavling blok ( blok- blok adukan beton yang disusun denagn rongga- rongga resapan air disela- selanya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penataan saluran lingkungan, pembuatannyapun harus bersamaan dengan pembuatan jalan tersebut
  2. Apabila di halaman pekarangan- pekarangan rumah kita masih terdapat ruang- ruang terbuka, buatlah sumur- sumur resapan air hujan sebanyak- banyaknya. Fungsi sumur resapan air ini untuk mempercepat air meresapke dalam tanah. Dengan membuat sumur resapan air tersebut, sebenarnya kita dapat memperoleh manfaat seperti berikut:
  • Persediaan air bersih dalam tanah disekitar rumah kita cukup baik dan banyak
  • Tanah bekas galian sumur dapat dipergunakan untuk menimbun lahan- lahan yang rendah atau meninggikan lantai rumah
  • Apabila air hujan tidak tertampung oleh selokan- selokan rumah, dapat dialirkan ke sumur- sumur resapan. Jangan membuang sampah atau mengeluarkan air limbah rumah tangga (air bekas mandi, cucian dan sebagainya) ke dalam sumur resapan karena bias mencemari kandungan air tanah
  • Apabila air banjir masuk ke rumah menapai ketinggian 20- 50 cm, satu- satunya jalan adalah meninggikan lantai rumah kita di atas ambang permukaan air banjir.
  • Cara lain adalah membuat tanggul di depan pintu masuk rumah kita. Cara ini sudah umum dilakukan orang, hanya saja teknisnya sering kurang terencana secara mendetail.

 

 

 

 

 

      BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

  • Polusi adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen- komponen lain ke dalam lingkungan akibat aktivitas manusia ataupun prose alami
  • Segala sesuatu yang menyebabkan polusi disebut poutan
  • Polusi air adalah  pristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen- komponen lain ke dalam air sehingga kualitas air terggangu
  • Sumber polusi air antara lain limbah rumah tangga, sampah masyarakat, limbah pertanian, limbah industri dan sebagianya
  • Akibat yang ditimbulkan dari polusi air adalah banjir, merusak sistem organ manusia,menimbulkan berbagai bibit penyakit, kanker, kelahiran bayi cacat dan lain- lain

4.2 Saran

Saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

  • Sebaiknya kita harus berhati- hati dalam menggunakan air karena air itu ada yang terpolusi dan ada yang tidak
  • Jagalah air di lingkungan rumah dan sekitar agar tetap bersih dan terhindar dari pencemaran air
  • Jangan membuang sampah ke sungai atau kolam, buanglah sampah pada tempatnya agar tidak terjadi pencemaran air

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Djambur. W. Sukarno. 1993. Biologi 1 untuk Sekolah Menengan Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pusat perbukuan

Ahya M Salman. 1993. Biologi 1 untuk Sekolah Menengah Umum, Dekdibud, Jakarta

Santiyono. 1994. Biologi 1 untuk sekolah Menengah Umum, penerbit Erlangga

 

 

 

Tinggalkan komentar »

MAKALAH IMUNOLGI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang penulisan

Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain.

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast

2.2    tujuan penulisan

          2.2.1  Tujuan umum

  • Untuk mengetahui dan memahami tentang immunoglobulin dan klasifikasinya.
  • Untuk menambaha wawasan penulis tentang apa itu immunoglobulin  yang sebenarnya .

          2.2.2    Tujuan khusus

                               Adapun tujuan penulis membuat makalah uni adlah sebagai salah satu persaratan mengikuti ujuan semester genap mata kulia imunologi

2.3    metode penulisan

            Adapun metode yang digunakan penulis dalam menyusun makalah ini adala metode kepustakaan.

BAB II

PEMBAHSAN

2.1      PENGERTIAN IMUNOGLOBULIN

Immunoglobulin atau antibody adalah sekelompok  glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Immunoglobulin termasuk kedalam kelompok glikoprotein yang mempunyai struktur dasar yang sama,terdiri dari 83-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast. Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan.

Molekul antibody mempunyai dua fungsi yaitu :

  • Meningkatkan antigen secara spesifik
  • Memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mati
  • Membantu imunitas melawan beberapa agen infeksi yang disebarkan melalui darah seperti bacteria, virus, parasit, dan beberapa jamur
  • Memberi aktifitas antibody dalam  karena gamaglobulin mengandung sebagian besar antibodyàjaringan  serum
  • Mengikat dan menghancurkan antigen, namun demikian pengikatan antigen tersebut kurang memberikan dampak yang nyata kalau tidak disertai fungsi efektor sekunder. Fungsi efektor sekunder yang penting adalah memacu aktivasi komplemen, di samping itu merangsang pelepasan histamine oleh basofil atau mastosit dalam reaksi hipersensitivitas tipe segera

2.2    STRUKTUR IMUNOGLOBULIN

 Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai

  • H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000
  •  rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000.

Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.

Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta.

Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen

2.3    VARIABILITAS ANTIBODY

Immunoglobulin merupakan kumpulan protein yang sangat heterogen. Heterogenitas ini disebabkan oleh susunan asam amino yang berbeda satu dengan yang lain, yang akan mengakibatkan perbedaan struktur molekul. Hal ini selanjutnya menimbulkan variabilitas dalam determinan antigenik Ig. Keragaman antibodi tergantung pada :

  1. Segmen gen V, D dan J multiple.
  2. Hubungan kombinasi misalnya hubungan tiap segmen V, tiap  segmen D dan Segmen J
  3. Kombinasi acak rantai L dan H yang berbeda
  4. .Mutasi somatic
  5. Keragaman junctional yang dihasilkan oleh penggabungan yang tepat selama penyusunan kembali dan mengakibatkan perubahan atau penghilangan asam amino dalam regio hipervariabel
  6. Keragaman intersional, yaitu enzim deoksinukleotidil transferase ujung menyisipkan kelompok kecil nukleotida pada persilangan ( junctional ) V – D dan D – J ( keragaman regio N ).

            Variabilitas antibodi dapat digolongkan berdasarkan :

  • Variasi Isotip

Pada manusia terdapat 9 isotop H chain fungsional. Sesuai dengan sub kelas Immunoglobulin. Pada orang normal dapat dijumpai 5 kelas immunoglobulin, yaitu Ig A, Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M. Tetapi dalam satu kelas dapat dijumpai beberapa sub kelas seperti Ig G1, Ig G2, Ig G3 dan Ig G4. Karena semua bagian konstan H – chain yang terdapat pada berbagai kelas dan sub kelas itu dapat djumpai pada satu orang maka bagian tersebut dinamakan varian Isotip. Sebutan varian isotip juga berlaku bagi bagian konstan L – chain kappa dan lamda yang dapat dijumpai pada semua kelas dan subkelas Ig dan terdapat pada semua orang.

  • Variasi Alotip

Determinant antigen satu varian isotip imnoglobulin satu species dapat juga berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini ditentukan secara genetik dan disebut varian Alotip. Contohnya ; golongan darah rhesus.

  • Variasi Idotip

Adalah determinant Antigen yang diasosiasikan dengan reseptor binding site. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibodi terhadap antigen yang sama dan diproduksi oleh individu yang berbeda secara genetik, dapat memiliki idiotip yang sama. Idiotip inilah yang membedakan satu molekul imunoglobulin dengan molekul imunoglobulin yang lain dalam alotip yang sama. Variasi idiotip adalah karakterisitik bagi setiap molekul antibodi.

2.4      KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN

Pada manusia dikenal 5 kelas immunoglobulin,tiap kelas mempunyai perbedaan fisik, tetpai pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologic berlaianan.

            Adapun klasifikasi immunoglobulin anatara lain di bagi menjadi dua sub kelas yakni :

–       Ada lima kelas Imunoglobulin manusia yaitu: IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD.

–       Perbedaan antara kelas tersebut bergantung pada perbedaan diantara rantai beratnya. Perbedaan ini disebut: Isotip.

–       Rantai berat IgG ditandai dengan rantai gama IgM disebut rantai M4, IgA rantai Alfa, IgE rantai Epsilon, dan IgD rantai Delta.

–       Struktur dasar immunoglobulin terdiri dari 12 gugusan yang masing-masing dibentuk dari kira-kira 110 asam amino. Tiap rantai berat dibentuk oleh 4 (empat) gugusan serupa itu dan tiap rantai ringan dibentuk oleh 2 (dua) gugusan tersebut.

–       Kemampuan suatu molekul antibodi untuk bergabung dengan antigen tergantung pada suatu tempat yang disebut: tempat pengikatan antigen (Fab). Di sini suatu sekuens asam amino tertentu membentuk konfigurasi yang merupakan pasangan dari konfigurasi antigen.

–       Sekuens ini berbeda pada masing-masing antibodi dengan spesifitas. Sendiri-sendiri dan ditentukan oleh gen-gen variabel. Gugusan variabel pada rantai ringan dan berat disebut VL dan VH. Tiap-tiap daerah ini mengandung bagian-bagian yang mempunyai asam amino yang lebih bervariasi daripada yang lain. Daerah ini disebut daerah hiper variabel dan merupakan tempat pengikatan antigen.

–       Bagian lain dari molekul antibodi tersebut mengandung sekuens satu sama lain. Daerah-daerah tetap ini pada tiap-tiap molekul dari kelas antibodi mana pun, baik pada rantai ringan maupun berat, Cl maupun CH. Gugusan tetap ini menentukan aktivitas biologik tertentu dari molekul tersebut

                 Adapun klasifikasi immunoglobulin anatara lain di bagi menjadi  yakni :

2.4.1     IMMUNOGLOBULIN SEBAGAI RANTAI PANJANG

imunoglobulin sebagai rantai panjang  tiap kelas mempunyai berat molekul,masa paruh, dan aktivitas biologic yang berbeda.

  1. 1.    Immunoglobulin G ( IgG )
  • Merupakan antibodi dominan pada reaksi skunder dan menyusn pertahanan yang penting melawan bakteri dan virus. IgG merupakan satu- satunya antibody yang dapat melintasi plasenta. Oleh karena itu merupakan immunoglobulin yang palinyg di temukan pada bayi yang baru lahir.
  • IgG mempunyai struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari dua rantai berta H dan dua rantai ringan L. IgG rantai berat H yang dihubungkan oleh ikatan sulfida, oleh karena itu imonoglobulin ioni mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik maka disebut bivalen.
  • IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah immunoglobulin.
  • IgG mempunyai empat subkelas,masing masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak dengan perbandingan jumlah sebagai berikut :

–       IgG1 dengan jumlah 40-70%

–       IgG2 dengan jumlah 4-20%

–       Igg3 dengan jumlah 4-8%

–       IgG4 dengan jumlah 2-6%

  • masa paruh IgG adalah 3 minggu kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh satu minggu. Kemampuan meningkat komplemen setiap subkelas juga tidak sama  seperti IgG3> IgG1 > igG2 > IgG4.sedangkan IgG4 tidak dapat mengikat komplemen dari jalur klasik tetapi melalui jalur internal.
  1. 2.    Immunoglobulin M ( IgGn M )
  • Antibodi  berukuran paling besar mrupakan immunoglobulin yang dproduksi pada awal respon imunitas primer
  • igN terdapat pada semua permukaan sel B yang belum aktif dan tersusun atas lima unit L2 ( masing masing hamper sama IgG) dan satu molekul rantai J (joining)
  • berat molekul 900.000 yang mempunyai total selurpuluh tempat pengikatan antigen yang identik oleh karena itu disebut bervalensi 10.
  • Merupakan immunoglobulin yang paling efisien dalam proses aglutinasi dan reksi antigen – antibody lainya serta penting juga dalam pertahanan melawan bakteri dan virus.
  • Menunjukan afinitas yang rendah terhadap antigena dengan determinan tunggal (hapten)
  • IgM merupakan 10% dari seluruh jumlah immunoglobulin dengan koefisien sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-1000.000. molekul ini mempunyai 12% dari beratnya karbohidrat.
  • Antibidi IgM adalah antibody yany pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan antibody yangt utama pada golongan darah secara utama.
  1. 3.    Immunoglobulin A ( IgA )
  • Immunoglobulin dengan rantai berat Alfa, terdapat pada cairan tubuh dan permukaan organ sekresi, konsentrasi tinggi pada mukosa saluran pernapasan dan pencernaan (saluran yang sering terpapar mikroorganisme) dan juga terdapat pada air mata, kolostrum dan susu ibu. IgA berfungsi sebagai alat pertahanan pertama terhadap invasi mikroorganisme
  • Merupakan kelas Ig kedua terbanyak dalam serum  dan juga merupakan imunoglubulin utam pda hasil sekresi misalnya susu, saliva dan air mata serta sekresi traktus respiratorius ,intestinal dan genital.
  • Fungsi immunoglobulin ini melindumgi membran mukosa dari serangan bakteri dan virus. Kehadiranya dalam kolostrum dapat membantu system imun bayi yang baru lahir.membatasi absorbs antigen yang berasal dari makanan.
  • Tiap molekul IgA (berat molekul 400.000) terdiri dari dua unit H2 L2 dan satu molekul yang terdiri atas rantai J dan component sekresi.
  • Bebrapa IgA  terdapat dalam serum sebagai monomer dalam H2 L2  terdapat dua sub kelas yaiyu : IgA1 dan IgA2’.
  1. 4.    Immunoglobulin  D (IgD)
  • IgD merupakan immunoglobulin yang terendah dalam tubuh dibanding dengan immunoglobulin lain.
  • Konsentrasi IgD dalam serum kira-kira 3 – 50 µg per mil serum.
  • Molekul IgD juga terdapat pada membran limphosit B bersama dengan IgM monomer dan berperan dalam diferensiasi sel B.
  • Aktifitas biologik molekul-molekul IgE umumnya tidak jelas, tapi kadang-kadang aktifitasnya berhubungan dengan IgD, contohnya terhadap penicillin, toksin diftei dan autoantibody tertentu.
  • IgD tidak dapat melewati plasenta dan tidak dapat pada serum tali pusat.

 

  1. 5.    Immunoglobulin E (IgE)
  • Immunoglobulin yang bertanggung jawab terhadap reaksi hipersensifitas, diantaranya reaksi atopik dan anafilaktik. Biasanya ditemukan dalam jumlah tinggi pada pasien akibat hipersensitifitas, misalnya: asma, bronchiale, renitis, eksem, dll. IgE dibentuk secara lambat, berfungsi di luar sirkulasi dalam keadaan aktif terikat dengan sel khusus, sehingga tak berkeliling mencari antigen, tapi menunggu antigen datang ke tempat terikat. Satuan dari IgE adalah nanogram/ml.
  • Mengandung 2 (dua) rantai ringan kapa atau lamda dan 2 (dua) rantai berat epsilon.
  • Berat molekulnya 190.000 Dalton dan mempunyai empat gugus tetap.
  • IgE terdapat dalam serum manusia dalam konsentrasi rendah sekali, kira-kira 10 ng/dl-1.
  • IgE terikat kuat pada mast cell dan setelah bereaksi dengan antigen akan memacu mast cell untuk mengeluarkan histamine dan heparin.

2.4.2    IMMUNOGLOBULIN SEBAGAI RANTAI PENDEK

  1. Antibodi Imun (Immunoglobulin)

         Adalah antibodi yang terbentuk karena terpapar antigen tertentu dan bersifat spesifik artinya antibodi ini akan aktif jika ada antigen yang merangsang pembentukannya sifat fisika-kimianya yang dipakai untuk mengklasifikasi antibodi sebagai berikut

  • Ø Kelarutannya dalam garam dan solvens
  • Ø Mobilitas elektroforesis
  • Ø Besar molekul
  • Ø Sedimentasi dalam ultrasentrifus

Jenis antibodi imun menurt hubungan reaksinya dengan antigen

  • ·Antitoksin
  • ·Aglutinin
  • ·Presipitin
  • ·Lisin
  • ·Opsonin
  • ·Antibodi pelindung
  • ·Antibodi pengikat komplemen
  • ·Ab “Blocking” dan “non-presipitating”
  1. Antibodi Alamiah

          Adalah antibodi yang terbentuk secara natural berdasarkan golongan darah. Misalnya:

  • Golongan darah A mempunyai antibodi B
  • Golongan darah B mempunyai antibodi A
  • Golongan darah AB mempunyai antibodi O
  • Golongan darah O mempunyai antibodi A dan antibodi AB
  1. Antibodi Monoklonal

        Adalah antibodi yang spesifik terhadap satu macam epitop. Dalam pembuatan antibodi monoclonal dapat dilakukan dengan cara in vitro dan in vivo. Secara in vitro antibodi monoclonal diproduksi dengan cara hibridisasi sel myeloma dan sel limfa, kemudian di biakan pada mikroplate 9b well dan diinkubasi pada incubator 37 ºC mengandung CO2 5%, sedangkan secara in vivo setelah hibridisasi dinokulasikan pada ruang peritioned pada mencit, kemudian cairan asites diisolasikan dan dimurnikan sebagai antibodi monoclonal Tahap pembuatan antibodi monoclonal

  • Imunisasi
  • Fusi
  • Seleksi hibridoma
  • Seleksi kolona
  • Pembiakan
  • Penyimpanan
  1. Antibodi Poliklonal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

                        Imunoglobilin merupakan sekumpulan glikoprotein yang terdapat didalam serum atau zat cair yang terdapat pada tubuh setiap mamalia yang mempunyai struktur dasar sama terdiri dari82%-96% polipeptida dan 4-8% karbohidrat.

                        Adapun klasifikasi immunoglobulin dibagi menjadi dua sub kelas yakni : Immunoglobulin sebagai rantai panjang dan immunoglobulin sebagai rantai pendek. Imunoglobulin sebagai rantai panjang dibagi menjadi:

  • Immunoglobulin A
  • Immunoglobulin E
  • Immunoglobulin M
  • Immunogloblulin D
  • Immunoglobulin G

Sedangkan sebagai rantai pendeknya antara lain:

  • Antibodi imun
  • AntibodiPoliklonal
  • Antibodi Monoklonal
  • Antibodi Alamiah

3.2 saran

                     Penulis mengharapkan,semoga dengan hadirnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca,dan merupakan tambahan referensi untuk ilmu pengetahuan khususnya tentang

              imunoglobulin. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

Tinggalkan komentar »